Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akan menghitung kembali alokasi pasokan BBM untuk SPBU swasta dari kilang milik PT Pertamina (Persero), agar tidak perlu tambahan kuota impor.
Hal tersebut dikatakan Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung. Dia menyebut, Bahlil sudah merapatkan kebijakan sinkronisasi pasokan BBM swasta dan Pertamina pagi hari ini.
"Pak Menteri ESDM sudah menyampaikan bahwa ini disinkronkan, untuk proses impor antara PT Pertamina dengan badan usaha," ungkap Yuliot saat ditemui di kompleks parlemen, Rabu (3/9).
Pemerintah akan mengumpulkan seluruh SPBU swasta yang mengalami kekurangan pasokan, yakni Shell Indonesia dan BP-AKR, dengan perusahaan pelat merah untuk sinkronisasi lebih lanjut.
"Ini segera dirapatkan antara PT Pertamina sama badan usaha yang memerlukan impor. Jadi ini sudah ada arahan untuk dikoordinasikan oleh Dirjen Migas," lanjut Yuliot.
Namun ketika ditanya kembali terkait potensi tambahan kuota impor BBM, Yuliot hanya menjelaskan bahwa pemerintah tetap memperhatikan neraca komoditas.
"Kita sudah mendapatkan data berapa impor dari PT Pertamina, berapa impor dari badan usaha. Jadi kita juga memperhatikan neraca komoditas itu jangan sampai neraca komoditas yang sudah disepakati itu juga ada kelebihan," tegasnya.
Yuliot pun memastikan pasokan BBM dari kilang Pertamina untuk badan usaha swasta akan disesuaikan spesifikasinya sesuai kebutuhan. Misal dari sisi warna maupun zat aditif.
"Kalau dari sisi spesifikasi, ini spek yang diperlukan oleh badan usaha. Jadi di kilang Pertamina itu harus mereka bisa memenuhi standar yang diperlukan oleh badan usaha," katanya.
Penyebab Pasokan BBM Swasta Langka
Yuliot menjelaskan penyebab langkanya BBM di SPBU swasta karena pergeseran permintaan dari BBM bersubsidi Pertamina, karena pembelian diperketat menggunakan QR code. Total pergeserannya bisa mencapai 1,4 juta kiloliter (KL).
"Peningkatan itu karena ada shifting juga. Pertamina kan mewajibkan menggunakan QR code, sementara masyarakat karena itu perlu mendaftar, kemudian mereka juga mungkin CC kendaraannya tidak sesuai. Terjadi shifting yang tadinya dari subsidi Pertalite itu menjadi non-subsidi," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), Laode Sulaeman, menegaskan tidak ada penambahan impor BBM, karena kekurangan pasokan badan usaha swasta akan dipenuhi di dalam negeri.
Hal ini disebabkan kuota impor BBM untuk swasta untuk tahun ini sudah ditambah 10 persen dari total kuota yang diberikan pada tahun 2024.
"Sinkronisasi itu adalah mengoptimalkan apa yang sudah kita miliki di dalam negeri, yaitu hasil dari BUMN yaitu dari Pertamina. Itu sinkronisasi," tutur Laode.
Namun, Laode menegaskan bahwa teknis sinkronisasi pasokan BBM antara pelat merah dengan swasta tersebut baru akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
"SPBU swasta sudah diberikan tambahan alokasi sebesar 10 persen terhadap alokasi tahun 2024. Jadi 110 persen lah begitu. Nah bagaimana kekurangannya itu akan kita sinkronisasikan dengan Pertamina," tandasnya.