
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap kasus penambangan batu bara ilegal di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, kawasan konservasi di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur.
Penambangan batu bara ilegal itu sudah berlangsung sejak 2016 hingga 2025.
Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, mengatakan kasus ini terungkap setelah adanya informasi aktivitas muatan batu bara yang dibungkus menggunakan karung kemudian dimasukkan ke dalam kontainer.
Kegiatan itu dilakukan di Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan. Lalu, ratusan kontainer berisi ribuan karung batu bara itu dikirim ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

"Asal-usul batu bara tersebut berasal dari kegiatan penambangan ilegal di kawasan Tahura Soeharto," ujar Nunung dalam jumpa pers di Perak, Surabaya, Kamis (17/5).
"Setelah berada di terminal, kontainer batu bara dilengkapi dokumen resmi dari perusahaan pemegang izin usaha produksi (IUP), seolah-olah batu bara berasal dari penambangan resmi/pemegang IUP," tambahnya.
Dari informasi tersebut, Bareskrim kemudian melakukan penyelidikan selama tanggal 23 sampai 27 Juni 2025 di wilayah penambangan dan pelabuhan.
Selama penyelidikan, polisi memeriksa 18 orang saksi dan menyita sejumlah dokumen. Mereka dari KSOP Kelas I Balikpapan, Operasional Pelabuhan PT KKT Balikpapan, tiga agen pelayaran, perusahaan-perusahaan pemilik IUP OP & IPP, saksi-saksi penambang, perusahaan jasa transportasi dan ahli dari Kementerian ESDM.
Hasilnya, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka yakni YH dan CH yang sudah ditahan sejak 14 Juli 2025 di Rutan Bareskrim Polri dan tersangka MH yang akan segera dilakukan pemanggilan.

YH berperan sebagai penjual batu bara dari penambang tanpa izin. Lalu CH membantu YH menjual batu bara dari penambang dan MH berperan sebagai pembeli batu bara. Sementara perusahaan yang terlibat ialah MMJ dan BMJ yang masih dalam penyelidikan.
"Modus operandi para pelaku adalah dengan membeli batu bara dari hasil kegiatan penambangan ilegal yang berada di kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," ucapnya.
Dalam pengungkapan itu, polisi menemukan sekitar 351 kontainer berisi batu bara dalam karung, dengan rincian 248 kontainer telah disita di Depo Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan 103 kontainer masih dalam proses pemeriksaan dokumen di Pelabuhan KKT Balikpapan.
"Kami juga menyita 11 unit truk trailer, 7 unit alat berat, terdiri dari 2 unit telah disita, dan 5 unit diamankan di lokasi kawasan hutan dan selanjutnya akan dilakukan penyitaan," katanya.

Polisi juga menyita beberapa dokumen, berupa Surat Keterangan Asal Barang, Surat Keterangan Kebenaran Dokumen, Laporan Hasil Verifikasi, Surat Pernyataan Kualitas Barang, Surat Keterangan Pengiriman Barang, Shipping Instruction, dokumen IUP OP, dan dokumen Izin Pengangkutan & Penjualan.
Akibat penambangan ilegal itu, kata Nunung, kerugian negara mencapai Rp 5,7 triliun. Jumlah itu dihitung dari deplesi (pengurangan nilai aset) batu bara dan kerusakan hutan. Jumlah itu pun berpotensi akan bertambah.
"Yang pertama adalah biaya hilangnya batu bara akibat pertambangan dari 2016 sampai 2024. Ini mencapai Rp 3,5 triliun. Kemudian total biaya kerusakan hutan dalam hal ini kayu seluas 4.236,69 hektare, adalah Rp 2,2 triliun. Jadi total sementara, estimasi sementara sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp 5,7 triliun," ujarnya.
Atas perbuatannya, tersangka YH, CH, dan MH dijerat Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Polisi juga masih menelusuri pihak-pihak lain yang terlibat.
"Proses penyidikan tidak berhenti sampai di sini saja, tolong dicatat, tetapi masih akan berlanjut dengan pengembangan terhadap pihak-pihak lain, baik penambang maupun pemberi dokumen IUP OP dan RKAB dalam penjualan batu bara, serta pihak-pihak yang membantu terlaksananya tindak pidana ini. Penyidik juga akan menerapkan pasal TPPU, mengingat kegiatan penambangan ini telah berlangsung lama dan menjadi atensi pemerintah," katanya.