
Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14, telah menyatakan bahwa proses pencarian reinkarnasinya kelak akan dilakukan oleh orang-orang dari lingkaran spiritualnya--bukan oleh pemerintah mana pun.
Pernyataan ini menegaskan kembali garis batas otoritas antara komunitas Buddhis Tibet dan Pemerintah China yang mengklaim punya hak untuk mengesahkan Dalai Lama ke-15.
Tradisi Reinkarnasi

Mengutip laman Dalai Lama, dalam ajaran Buddhisme Tibet, Dalai Lama dipercaya sebagai tulku--sosok suci yang bereinkarnasi untuk melanjutkan tugas spiritualnya.
Proses pencarian dimulai setelah Dalai Lama wafat. Tim yang terdiri dari biksu senior akan mencari anak yang diyakini sebagai kelahirannya kembali--Dalai Lama saat ini meminta tugas ini juga melibatkan lembaganya The Gaden Phodrang Trust.
Pencarian ini biasanya difokuskan pada anak-anak yang lahir sekitar waktu meninggalnya Dalai Lama sebelumnya. Tim akan mengamati berbagai pertanda mistis, seperti arah asap kremasi jenazah, mimpi-mimpi dari biksu senior, dan refleksi spiritual dari Danau Lhamo La-tso yang dianggap sakral.
Dalam kasus Tenzin Gyatso, tim pencari menemukan petunjuk dari letak kepala jenazah Dalai Lama ke-13 dan jamur yang tumbuh di kuilnya, yang mengarah ke daerah Dokham, Tibet Timur Laut. Di sana mereka menemukan seorang anak laki-laki berusia dua tahun bernama Lhamo Thondup--yang kemudian dikenali sebagai reinkarnasi dan menjadi Dalai Lama ke-14.
Setelah ditemukan, calon reinkarnasi akan diuji melalui pengenalan benda-benda pribadi Dalai Lama sebelumnya, seperti mainan atau peralatan ibadah. Mengutip ABC Australia, Lhamo Thondup dikabarkan langsung berteriak “milikku” saat ditunjukkan barang-barang Dalai Lama ke-13--yang dianggap sebagai konfirmasi spiritual.
Jika terdapat lebih dari satu kandidat, keputusan akhir dilakukan melalui metode Zen Tak--yaitu nama-nama dimasukkan ke dalam bola adonan yang digelindingkan di atas nampan. Bola yang pertama kali keluar dipercaya sebagai pilihan yang ditunjuk kekuatan spiritual.
Setelah diyakini sebagai reinkarnasi, sang anak akan dibimbing secara intensif dalam pendidikan keagamaan, dipotong rambutnya, diberi jubah marun khas biksu, dan ditahbiskan dengan nama baru. Tenzin Gyatso, misalnya, bermakna “Samudera Penjaga Ajaran”.
Penolakan Terhadap Metode Guci Emas

China berupaya mendorong penggunaan metode Golden Urn atau Guci Emas--sebuah sistem undian yang diperkenalkan Dinasti Qing pada abad ke-18 untuk memilih reinkarnasi tokoh Buddhis. Dalam metode ini, nama-nama kandidat ditulis dalam gulungan kecil dan diundi dari sebuah guci emas. Metode ini pernah digunakan dalam pemilihan Dalai Lama ke-11 pada 1808.
Namun, otoritas spiritual Tibet tidak menganggap metode ini sah. Dalam laman resminya, Dalai Lama menyebut Golden Urn bertentangan dengan praktik tradisional yang mengandalkan intuisi spiritual dan visi mistis. Dalai Lama ke-14 secara tegas menolak metode ini dan menyatakan bahwa penerusnya hanya dapat ditentukan oleh komunitas Buddhis Tibet yang otoritatif--bukan oleh negara atau lembaga politik mana pun.
Metode ini pun kembali disinggung oleh pihak pemerintah China menanggapi pernyataan Dalai Lama Tenzin bahwa ia akan kembali bereinkarnasi, melanjutkan ajarannya.
“Reinkarnasi Dalai Lama, Panchen Lama, dan tokoh Buddha besar lainnya harus dipilih dengan cara diundi dari guci emas dan disetujui oleh pemerintah pusat,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, yang merujuk pada metode 'guci emas' yang diperkenalkan oleh kaisar Dinasti Qing pada abad ke-18, seperti dikutip AFP (2/7).