
KEBIJAKAN tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia, memicu perusahaan multinasional mencari lokasi baru untuk memproduksi dan memasarkan produk mereka. Kondisi ini justru berpotensi menguntungkan Indonesia dengan menjadi basis produksi baru, terutama di sektor manufaktur teknologi menengah (mid-tech) dan barang konsumsi seperti tekstil, pakaian, alas kaki, serta furnitur.
Hal ini disampaikan Chief Economist Indonesia dan India HSBC Global Research Pranjul Bhandari dalam Media Briefing HSBC: Indonesia Economy Outlook H2-2025 yang digelar daring, Jumat (8/7).
"Menurut saya, setelah badai tarif mereda, Indonesia justru berpeluang mendapat keuntungan," ungkapnya.
Pranjul menjelaskan, ekspor Indonesia ke Tiongkok didominasi oleh komoditas, sedangkan ekspor ke negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa lebih beragam, termasuk produk konsumsi seperti tekstil, furnitur, dan alas kaki. Hanya saja, skala produksinya masih kecil. Misalnya, porsi ekspor Indonesia ke pasar Amerika Serikat baru sekitar 9% dari total ekspor, dan nilai ekspor pakaian Indonesia hanya 25% dari ekspor pakaian Vietnam.
Di saat produsen mencari tujuan baru akibat negaranya terkena tarif tinggi dari AS, Indonesia dapat menunjukkan kemampuannya meningkatkan kapasitas barang tekstil tersebut.
"Ini bisa menjadi peluang untuk mendorong investasi korporasi dan pertumbuhan ekonomi," tambah Pranjul.
Namun, realisasi peluang ini bergantung pada reformasi yang dilakukan dalam dua tahun ke depan. Langkah yang diperlukan antara lain peningkatan infrastruktur, pengembangan tenaga kerja terampil, dan penyederhanaan regulasi bisnis.
Jika semua upaya ini dijalankan dengan baik, peluang tersebut bisa menarik arus investasi asing langsung (FDI) dan mendorong pertumbuhan dalam dua hingga tiga tahun ke depan.
Pranjul menyebut industri mid-tech sebagai fokus utama karena rantai pasok global tengah mengalami penataan ulang di sektor ini, dan negara-negara ASEAN berpotensi besar untuk meraih manfaat.
Beberapa negara ASEAN telah mendapat keuntungan dari pergeseran ini pada masa pemerintahan Trump pertama. Menurutnya, di pemerintahan Trump kedua nanti, Indonesia dan negara ASEAN lain yang belum kebagian peluang bisa meraih manfaat di sektor padat karya seperti tekstil, pakaian, alas kaki, dan furnitur.
"Dengan skala yang diperbesar dan adanya aturan main baru, peluang untuk menarik lebih banyak FDI di sektor padat karya teknologi menengah akan semakin besar," pungkasnya. (Ins/E-1)