Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengaku terpukul dengan pengenaan tarif impor resiprokal 32 persen terhadap barang yang masuk ke Amerika Serikat (AS) dari Indonesia.
Direktur Eksekutif Aprisindo, Yoseph Billie Dosiwoda, mengatakan total ekspor alas kaki Indonesia sepanjang tahun 2024 relatif masih baik, mencapai USD 2.393,74 juta. Namun, industri ini rentan terguncang oleh faktor eksternal.
"Keberlangsungan Industri sangat dipengaruhi berbagai faktor internal dan eksternal dan tarif resiprokal Prsiden Trump sebagai faktor eksternal yang sangat mempengaruhi," ungkapnya saat dihubungi kumparan, Jumat (11/7).
Billie mengaku terkejut dengan keputusan Trump mengenakan tarif 32 persen, yang tidak berubah dari pengumuman awal meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan serangkaian negosiasi.
Dia mengungkapkan, dampak pemberlakuan tarif tersebut akan terasa pada margin atau keuntungan industri. Namun, dia memastikan akan meminimalisasi efeknya kepada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Anggota Aprisindo akan menghitung segala margin dampak buruk dari penerapan tarif ini agar tetap berlangsung proses produksi dan agar tidak terjadi PHK," jelas Billie.
Billie pun menyayangkan besaran tarif yang akan dikenakan mulai 1 Agustus 2025 mendatang jauh lebih besar dari yang dikenakan kepada Vietnam. Negosiasi negara tetangga Indonesia itu berhasil menurunkan tarifnya menjadi 20 persen.
Menurutnya, dengan perbedaan tarif yang cukup signifikan, Vietnam berpotensi mengambil pangsa pasar Indonesia di AS, karena biaya produknya akan lebih rendah. Dengan begitu, otomatis permintaan terhadap produk dari Indonesia akan berkurang.
"Kalau ini terjadi, kondisi objektif Vietnam lebih rendah tarifnya, para buyer di AS pasti mencari harga yang lebih murah masuk ke AS dengan kualitas yang sama daripada Indonesia, ini potensi pesanan menurun dan akan mempengaruhi proses produksi menurun," tutur Billie.
Selama 90 hari alias April 2025 yang lalu, Billie menyebut impor alas kaki ke AS sudah dikenakan tarif sebesar 10 persen. Dia menilai industri alas kaki Indonesia sudah sangat tertekan dengan tarif tersebut.
Dengan demikian, Billie menilai jika tarif 32 persen benar-benar diberlakukan secara penuh, tekanan terhadap sektor industri padat karya yang memiliki pangsa ekspor besar ke AS, termasuk alas kaki, akan semakin besar.
Dia pun masih menumpu harapan kepada keberhasilan tim negosiasi pemerintah Indonesia. Dia berharap besaran tarif impor yang dikenakan kepada Indonesia bisa menurun bahkan di bawah 10 persen.
"Aprisindo selalu mendukung upaya pemerintah dengan peluang tarif yang dihasilkan agar bisa lebih rendah dari saat ini yang berlaku sementara 10 persen, karena angka 10 persen selama 90 hari ini, walau berat masih dianggap stabil keberlangsungan proses produksi alas kaki di Indonesia," tegas Billie.
Di sisi lain, Billie meminta keberpihakan pemerintah terhadap industri alas kaki melalui bantalan APBN berupa program insentif kepada para pelaku Industri alas kaki agar proses produksi tetap berjalan.
Beberapa insentif tersebut yaitu dari diskon 50 persen harga listrik di jam puncak, harga gas yang terjangkau, penghapusan PPN, penangguhan pembayaran BPJS Tenaga Kerja bagi para pekerja, dan lain-lain.
Selanjutnya, dia juga berharap percepatan pembahasan Free Trade Agreement (FTA) Indonesia dengan Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) agar bisa menjadi potensi pasar baru.