
MENTERI Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, menyatakan Washington siap mengambil langkah keras terhadap kelompok kriminal internasional, bahkan dengan cara “meledakkan mereka” bila diperlukan. Pernyataan itu ia sampaikan saat berkunjung ke Ekuador, Kamis (4/9).
Dalam kesempatan tersebut, Rubio juga mengumumkan AS akan menetapkan dua geng kriminal terbesar di Ekuador, Los Lobos dan Los Choneros, sebagai organisasi teroris asing. Status ini memungkinkan Washington untuk membekukan aset, memblokir transaksi, hingga melakukan operasi militer bersama tanpa batasan intelijen.
Langkah ini datang setelah serangan militer AS di Laut Karibia pada Selasa lalu yang menewaskan 11 penyelundup narkoba. Presiden Donald Trump menyebut operasi itu menargetkan anggota geng Venezuela, Tren de Aragua, yang tengah menyelundupkan narkoba menuju Amerika Serikat.
Rubio menegaskan langkah keras ini sejalan dengan komitmen Presiden Trump untuk memerangi kartel narkoba. “Mereka sudah memerangi kita selama 30 tahun, dan kini kita harus melawan balik,” ujarnya.
Daniel Noboa Setuju
Pemerintah Ekuador mendukung kebijakan tersebut. Presiden Daniel Noboa sebelumnya menyatakan geng-geng kriminal memang pantas digolongkan sebagai teroris.
Ia bahkan berharap militer AS dan Eropa dapat ikut serta dalam perang melawan kartel. Noboa juga tengah mendorong perubahan konstitusi agar Ekuador kembali mengizinkan keberadaan pangkalan militer asing, setelah yang terakhir ditutup pada 2009.
Sebagai bagian dari kerja sama, AS juga akan memberikan bantuan keamanan senilai US$13,5 juta dan teknologi drone senilai US$6 juta untuk membantu Ekuador memberantas jaringan narkoba.
Dalam beberapa tahun terakhir, Ekuador menjadi salah satu titik transit utama perdagangan kokain dunia. Pemerintah mencatat sekitar 70% kokain global kini melewati wilayah Ekuador sebelum menuju pasar di AS, Eropa, dan Asia. Kondisi ini mendorong meningkatnya kekerasan kartel, yang turut menjadi faktor pendorong migrasi besar-besaran warga Ekuador ke Amerika Serikat.
Meski begitu, sejumlah pakar hukum imigrasi menilai kebijakan ini bisa menimbulkan dilema. Di satu sisi, korban geng bisa dikategorikan sebagai korban terorisme saat mengajukan suaka. Namun di sisi lain, mereka yang pernah dipaksa membayar uang perlindungan pada kartel bisa saja dianggap sebagai pihak yang “mendukung teroris.” (BBC/Z-2)