
Hi!Pontianak - Pemerintah Kota Pontianak sejak Februari 2025 telah melakukan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Herman Hofi Munawar mengingatkan kepada eksekutif maupun legislatif wajib melakukan public hearing dan sosialisasi kepada masyarakat sebagai tahapan pembuatan proses Ranperda.
“Dalam public hearing atau sosialisasi publik ini, jikalau ada masukan-masukan atau hal-hal yang dianggap memberatkan masyarakat, nah ini harus ada diskusi panjang dengan publik. Publik yang dihadirkan adalah siapa-siapa yang memiliki kepentingan langsung, yang terdampak langsung, salah satu unsurnya adalah pelaku usaha. Ingat! Public hearing ini bukan sekadar menjustifikasi adanya sosialisasi, melainkan publik yang terdampak, memiliki kepentingan langsung,” papar Herman, akhir pekan lalu.
Akademisi Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak ini menjelaskan setiap masukan dari pihak terdampak atas Ranperda KTR ini ke depan, dapat ditinjau langsung oleh pembuat kebijakan. Eksekutif dan legislatif, lanjutnya, harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Keberadaan Ranperda KTR ini tidak boleh mencederai aspek antropologis, sosiologis dan yuridis.
“Apa pun bentuk atau jenis perda-nya, termasuk Perda KTR ini ke depan, harus melibatkan pemangku kepentingan, tidak boleh berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi Pontianak. Melainkan agar ekonomi bertumbuh dan berkembang. Kondisi sekarang Kota Pontianak memprihatinkan, UMKM masih tertatih-tatih. Jangan pula ditambah dengan perda yang makin menyusahkan. Justru harus memberikan kemudahan dan bukan menimbulkan kontraproduktif. Harus benar-benar dikaji secara komprehensif,” paparnya.
Sebagai produk hukum, Herman menekankan, penyusunan Ranperda KTR harus melewati beberapa proses yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah/pemerintah kota/pemerintah kabupaten. Di antaranya dimulai dari kajian atau naskah akademik, untuk menentukan apakah Ranperda KTR ini layak dilanjutkan atau tidak. Naskah akademik tersebut haruslah memuat dampak kajian sosiologis, antropologis dan yuridis.
“Harus benar-benar dapat dilihat apakah Raperda KTR ini akan memiliki implikasi yang baik atau jelek. Andaikata hasil kajian naskah akademik dari semua sisi baik adanya, maka Ranperda itu silakan dilanjutkan. Yang menjadi perhatian adalah harus benar-benar untuk membuat kajian naskah akademik ini, bukan sekadar asal jadi,” jelasnya.
“Yang pasti jangan sampai Raperda KTR ini justru kontraproduktif, menghambat pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, harus mendorong dan memotivasi ekonomi tumbuh, khususnya segmen ultramikro. UMKM harus didukung. Jangan lupa bahwa Pontianak ini kota jasa dan perdagangan. Apalah artinya sebuah peraturan daerah ada jika justru mematikan. Kalau mematikan, itu tidak arif dan tidak bijaksana,” tegas Herman.
Untuk diketahui, sebelumnya, Satuan Tugas Kawasan Tanpa Rokok atau Satgas KTR Kota Pontianak juga telah melakukan sidak ke beberapa tempat umum, seperti hotel, sekolah, hingga perkantoran pada awal Mei 2025. Kepada media, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak Saptiko menyebut ada beberapa hal baru yang masuk dalam substansi Ranperda KTR, salah satunya peningkatan jumlah denda bagi pelanggar." Nanti akan disosialisasikan ke masyarakat beberapa bulan dan dibuat Peraturan Wali Kota untuk petunjuk pelaksanaannya, setelahnya baru kita terapkan. Sementara ini kita masih pakai Perda yang lama," ujar Saptiko.