PADA 16 Agustus 1945, terjadi Peristiwa Rengasdengklok yang menjadi peristiwa bersejarah dan senantiasa dikenal hingga saat ini. Sekelompok pemuda pada zaman itu menculik Sukarno dan Mohammad Hatta untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan Indonesia. Para pemuda tersebut terdiri dari Chaerul Saleh, Wikana, dan Soekarni.
Sukarno dan Hatta diculik dari Jalan Menteng 31, Jakarta menuju Rengasdengklok, Karawang. Penculikan tersebut berlangsung sekitar pukul 03.00 dini hari, sehari menjelang kemerdekaan Indonesia dan menjadi salah satu titik penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Perbedaan Pendapat Golongan Tua dan Muda
Sukarno, Hatta, dan tokoh-tokoh lainnya awalnya menginginkan agar proklamasi ditetapkan melalui PPKI. Sementara itu, golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melewati PPKI yang diasumsikan sebagai badan hasil bentukan pemerintah Jepang.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Pada 14 Agustus 1945, Sutan Sjahrir mendengar kabar Jepang menyerah dari Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya melalui radio. Sjahrir pun segera menemui Sukarno dan Hatta untuk menyampaikan kabar tersebut. Saat itu, Sukarno dan Hatta baru saja pulang dari Dalat, Vietnam, setelah bertemu dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara, Marsekal Terauchi. Terauchi menjanjikan kemerdekaan kepada Sukarno dan Hatta untuk Indonesia.
Konflik antara kedua golongan pun terjadi di antara ketiga tokoh bangsa itu. Sjahrir meminta agar kemerdekaan segera dideklarasikan. Akan tetapi, Sukarno dan Hatta justru memilih menunggu kepastian sembari menanti janji kemerdekaan dari Dai Nippon.
Menanggapi respon Sukarno dan Hatta, maka golongan muda melakukan penculikan sehingga Sukarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang, bahwa kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia semata, bukan pemberian dari Jepang.
Sehari setelah mendengar kabar kekalahan Jepang melawan sekutu, golongan pemuda mengadakan perundingan di Pegangsaan Timur Jakarta, pada 15 Agustus. Dalam pertemuan tersebut, diputuskan pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan dari segala ikatan dan hubungan dengan perjanjian kemerdekaan dari Jepang.
Menghadapi desakan tersebut, Sukarno dan Hatta tetap tidak berganti pendirian. Soekarno merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI. Sementara itu, Chairul dan kawan-kawan sudah menyusun rencana merebut kekuasaan dan memproklamirkan kemerdekaan di Jakarta. Namun, apa yang sudah direncanakan tidak sukses dijalankan karena tidak semua anggota PETA (Pembela tanah Air) mendukung rencana tersebut.
Rencana Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun, sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo. Hasilnya, Kunto dan Achmad Soebardjo ditugaskan ke Rengasdengklok untuk menjemput Sukarno, Hatta, Fatmawati, dan Guntur untuk membacakan proklamasi kemerdekaan.
Awalnya, proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia akan dibacakan Soekarno dan Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan Ikada, sekarang Lapangan Banteng, yang sekarang sudah menjadi lapangan Monas atau di rumah Sukarno di Jl.Pegangsaan Timur 56.
Akhirnya, rumah Sukarno dipilih menjadi tempat proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No.56 karena kabar pergelaran acara di lapangan Ikada sudah tersebar, bahkan beberapa tentara-tentara Jepang telah bersiap-siap, sebagai menghindari kericuhan.
Sementara itu, segala persiapan kemerdekaan telah selesai, termasuk teks Proklamasi yang sudah disusun di Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong. Bendera merah putih telah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis, 16 Agustus 1945.