
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dan Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej, kompak mengusulkan adanya revisi Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Rahayu menyebut, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 itu perlu beradaptasi dengan zaman. Sebab, modus TPPO sudah semakin berkembang.
“Perlu adanya revisi untuk bisa mengikuti dengan perubahan zaman yang di mana modus-modus operandi dari para pelaku itu perdagangan orang ini sudah sangat berevolusi, berubah,” ucap dia di Kantor LPSK, Jakarta Timur pada Kamis (31/7).
“Dan kita harus menyesuaikan terutama dari segi untuk digital, untuk dunia siber, untuk perdagangan-perdagangan seperti online scamming dan seterusnya,” tambah dia.
Selain itu, Rahayu menyebut penting untuk UU TPPO menitikberatkan fokus terhadap pemulihan korban. Ia menilai, selama ini UU TPPO terlalu fokus untuk menghukum pelaku.
“Dan tentunya bagaimana kita bisa hadir untuk korban karena undang-undang tersebut itu lebih menitikberatkan menghadirkan keadilan tapi dari segi hukuman kepada pelaku bukan kita fokus untuk korban,” ucap Rahayu.
“Nah, ini kita perlu untuk memastikan ada victim-centered approach dan saya sebagai bukan hanya anggota DPR RI tapi juga Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Perdagangan Orang ingin memastikan bahwa kita memang memperjuangkan suara-suara korban,” ucap Rahayu.
Ia pun menyinggung perlu adanya kompensasi bagi korban dari negara, bukan hanya restitusi dari pelaku. Keponakan Presiden Prabowo Subianto ini juga menyinggung perlu adanya rumah pemulihan bagi para korban.

“Banyak dari mereka membutuhkan keadilan dan itu jangka panjang. Kita bicara bukan hanya restitusi, kita juga bicara kompensasi dari negara,” ucap Rahayu.
“Kita juga bicara bagaimana untuk memastikan adanya rumah pemulihan di seluruh Indonesia untuk para korban agar mereka bisa menjadi penyintas dan bisa hidup secara produktif dan mandiri,” tandasnya.
Tanggapan Wamenkum
Menanggapi Rahayu, Wamenkum Eddy pun menyebut revisi UU TPPO memang diperlukan. Selain untuk mengadopsi RKUHAP yang akan disahkan tahun ini, RUU TPPO juga bisa mengadopsi UU lainnya.
“Jadi, amandemen regulasi menjadi penting. Kami akan menyesuaikan Undang-Undang TPPO itu dengan Undang-Undang TPKS (tindak pidana kekerasan seksual). Terutama mengenai dana abadi korban untuk lebih menitikberatkan terhadap restitusi terhadap korban atau kompensasi terhadap korban,” ucap Eddy.
“Yang kedua, kan ada materi tindak pidana penyelundupan manusia yang ada di dalam Undang-Undang Keimigrasian, itu mungkin akan kita integrasikan ke dalam Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang,” tambahnya.