
Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari sejumlah bank pelat merah kepada PT Sritex.
"Penyidik berkesimpulan menetapkan delapan orang sebagai tersangka," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Selasa (22/7) dini hari.
Salah satunya adalah Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama Bank BJB periode 2009-Maret 2025. Dia kemudian ditetapkan sebagai tahanan kota karena mempertimbangkan kondisi kesehatannya.
Untuk Yuddy, ini merupakan status tersangka kedua yang disandangnya. Selain menyandang status tersangka di Kejagung, Yuddy sudah terlebih dulu dijerat sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara yang berbeda.

Pada Maret 2025, KPK mengumumkan Yuddy Renaldi sebagai tersangka dalam kasus pengadaan iklan di Bank BJB.
Lantas, bagaimana koordinasi proses hukum terhadap Yuddy setelah menjadi tersangka Kejagung dan KPK?
"Tentunya akan dilakukan koordinasi, agar proses hukum keduanya tetap dapat berjalan dengan baik," ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Selasa (22/7).
Saat ini, kata Budi, penyidikan kasus pengadaan iklan Bank BJB tersebut masih berjalan dan terus dilakukan pemeriksaan saksi.
"Saat ini masih berjalan pemeriksaan para saksi untuk melengkapi berkas perkara," ucap Budi.
"Seperti apa kontruksi lengkap perkaranya, pihak-pihak yang ditetapkan tersangka dan penahanannya, kami akan update perkembangannya," ungkap dia.
Belum ada keterangan dari Yuddy mengenai kasus yang menjeratnya tersebut. Baik perkara di Kejagung maupun KPK.
Peran Yuddy di Kasus Sritex
Kejagung mengungkapkan bahwa dalam kasus Sritex tersebut, Yuddy merupakan salah satu pihak yang menyetujui penambahan batas pemberian kredit kepada Sritex. Plafon kredit Sritex diperbesar menjadi Rp 350 miliar.
"Walaupun ia mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul MAK menyampaikan bahwa PT Sri Rejeki Isman dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing sebesar Rp 200 miliar," tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo.
Nurcahyo mengungkapkan, Yuddy dan para tersangka lainnya diduga bersekongkol untuk memberikan kredit kepada PT Sritex. Padahal, Sritex tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan kredit.
Diduga, aksi licik mereka dilakukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.
Atas perbuatannya, Yuddy dan para tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus Korupsi Penempatan Iklan Bank BJB

Sementara itu, dalam konferensi pers penetapan tersangka, Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menjelaskan bahwa dugaan korupsi Bank BJB yakni terkait penempatan iklan di media pada 2021–2023.
Pada kurun waktu itu, Bank BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk bank yang dikelola divisi corsec. Nilainya kurang lebih sebesar Rp 409 miliar.
Anggaran itu dipakai sebagai biaya penayangan iklan di media, baik TV, cetak, maupun online. Bekerja sama dengan enam agensi.
Sebanyak enam agensi tersebut yakni, PT Antedja Muliatama, PT Cakrawala Kreasi Mandiri, PT Wahana Semesta Bandung Ekspress, PT Cipta Karya Mandiri Bersama, PT Cipta Karya Sukses Bersama, dan PT BSC Advertising.
KPK menemukan bahwa ada selisih pengeluaran uang BJB untuk agensi dengan uang dari agensi kepada media. Ada ketidaksesuaian pembayaran.
Dari anggaran Rp 409 miliar itu, hanya sekitar Rp 100 miliar yang benar-benar digunakan untuk iklan.
Terdapat selisih di antaranya Rp 222 miliar yang kemudian fiktif. Dana tersebut diduga kemudian digunakan pihak BJB untuk memenuhi kebutuhan dana non-bujeter. Namun, KPK belum menjelaskan lebih lanjut mengenai dana tersebut.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. Kelima tersangka sudah dicegah ke luar negeri tetapi belum ditahan. Belum ada keterangan dari kelima tersangka itu mengenai perkara yang menjeratnya.