Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memecat Kepala Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) Erika McEntarfer usai rilis data ketenagakerjaan yang mengalami revisi signifikan. Langkah ini langsung menuai kritik tajam dari berbagai kalangan yang khawatir terhadap intervensi politik dalam lembaga penyusun data ekonomi resmi negara.
Gedung Putih membela keputusan tersebut. Direktur Dewan Ekonomi Nasional Kevin Hassett menyebut Trump memiliki "hak penuh untuk meminta kepemimpinan baru" di BLS.
"Saya pikir yang kita butuhkan adalah pandangan baru terhadap BLS, seseorang yang dapat membereskan masalah ini," ujar Hassett dalam wawancara dengan Fox News, dikutip Senin (4/8/2025).
Pemecatan dilakukan setelah BLS merevisi data ketenagakerjaan Mei dan Juni, menunjukkan 258.000 lapangan kerja lebih sedikit dibanding laporan awal. Presiden Trump menuduh McEntarfer memalsukan data, meski tidak menyertakan bukti atas tuduhan tersebut.
Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer juga membela langkah Trump dalam wawancara dengan CBS, mengatakan bahwa presiden memiliki "kekhawatiran nyata" terhadap data yang dinilai terlalu ekstrem dalam revisinya.
"Revisi memang biasa terjadi, tetapi terkadang skalanya di luar dugaan," ujar Greer.
BLS dalam keterangannya menyatakan bahwa revisi bulanan merupakan proses rutin yang terjadi karena masuknya laporan tambahan dari pemberi kerja dan instansi pemerintah serta hasil penyesuaian faktor musiman. Tidak ada indikasi manipulasi data dalam proses tersebut.
Melalui unggahan di media sosial Bluesky, McEntarfer menyebut masa jabatannya sebagai komisaris BLS sebagai "kehormatan seumur hidup." Ia juga memuji dedikasi pegawai sipil di lembaga tersebut yang disebutnya bekerja secara profesional dan independen.
Kritik terhadap pemecatan ini datang dari berbagai pihak, termasuk mantan pejabat BLS dan ekonom terkemuka. Mantan Komisaris BLS William Beach mengatakan pemecatan ini "merusak kredibilitas" institusi.
"Tidak mungkin seorang komisaris memanipulasi angka lapangan kerja. Revisi adalah hal biasa dan dilakukan setiap tahun," katanya kepada CNN. Ia menambahkan bahwa selama menjabat di masa awal pemerintahan Trump, revisi data bahkan pernah mencapai 500.000 pekerjaan.
Mantan Menteri Keuangan AS Larry Summers juga menyebut tuduhan terhadap McEntarfer "tidak masuk akal." Dalam wawancara dengan ABC, ia mengatakan data ketenagakerjaan disusun oleh ratusan profesional berdasarkan prosedur yang ketat dan transparan.
CEO Bank of America Brian Moynihan turut menyoroti dampak jangka panjang dari revisi besar-besaran terhadap data ekonomi. Dalam wawancara di CBS, ia mengatakan bahwa pemerintah perlu mengembangkan cara-cara agar data ekonomi menjadi lebih tangguh, dapat diprediksi, dan mudah dipahami.
"Karena yang muncul adalah pernyataan ulang yang menimbulkan keraguan," ujarnya.
Revisi dalam laporan terbaru memang lebih besar dari biasanya. BLS menyurvei sekitar 121.000 pemberi kerja setiap bulan dan memungkinkan revisi data selama dua bulan setelah rilis awal. Namun, revisi Mei sebesar 125.000 lapangan kerja tercatat sebagai yang terbesar sejak Maret 2020.
Tingkat respons pemberi kerja terhadap survei juga menurun dalam beberapa tahun terakhir, dari 80,3% pada Oktober 2020 menjadi sekitar 67,1% pada Juli 2025, yang turut mempengaruhi akurasi awal laporan.
Meski revisi merupakan bagian dari proses statistik, para pakar menegaskan pentingnya menjaga independensi institusi seperti BLS agar data ekonomi tetap kredibel dan bebas dari tekanan politik.
(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Momen Donald Trump Takjub Saat Masuk Masjid di Arab