
Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menyentil isu perubahan rezim di Iran usai serangan militer AS terhadap tiga lokasi nuklir utama Iran.
Meski sejumlah pejabat pemerintah AS menegaskan tujuan operasi bukan untuk menggulingkan pemerintahan di Teheran, Trump menulis di media sosial soal kemungkinan pergantian kepemimpinan.
“Tidaklah tepat secara politis untuk menggunakan istilah ‘Perubahan Rezim’, tetapi jika rezim Iran saat ini tidak mampu membuat Iran hebat lagi, mengapa tidak ada perubahan rezim? MIGA!!!” tulis Trump di akun pribadinya, lapor Reuters, Minggu (22/6).
Pernyataan tersebut muncul di tengah upaya pejabat senior AS meyakinkan publik bahwa serangan tersebut merupakan tindakan terbatas. Di saat yang bersamaan, mereka juga meminta Iran tak membalas serangan.
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan, “Misi ini bukan dan tidak akan pernah bertujuan mengubah rezim.”
Ia menyebut serangan sebagai operasi presisi untuk menargetkan program nuklir Iran.

Wakil Presiden JD Vance juga menyampaikan pesan serupa dalam wawancara dengan NBC.
“Kami tidak ingin memperpanjang ini. Kami ingin mengakhiri program nuklir mereka, lalu berbicara tentang penyelesaian jangka panjang,” kata Vance.
Menurutnya AS tak tertarik mengerahkan pasukan di darat.
Serangan Terkoordinasi
Serangan militer AS “Operasi Midnight Hammer” melibatkan tujuh pesawat B-2 yang menjatuhkan 14 bom penghancur bunker.
Secara total, militer AS menggunakan 75 amunisi berpemandu presisi, termasuk rudal Tomahawk, dan lebih dari 125 pesawat dalam serangan terhadap fasilitas di Fordow, Natanz, dan Isfahan.

Menurut Jenderal Dan Caine, serangan itu menyebabkan kerusakan signifikan meski ia belum dapat memastikan apakah program nuklir Iran lumpuh sepenuhnya.
Kepala pengawas nuklir PBB Rafael Grossi menyatakan penilaian dampak kerusakan masih dalam tahap awal, terutama untuk fasilitas bawah tanah.
Sumber Iran mengatakan sebagian besar uranium yang sangat diperkaya telah dipindahkan dari Fordow sebelum serangan.
Vance menyebut operasi ini “sukses besar” dan diyakini telah menunda program nuklir Iran untuk waktu yang lama.
Respons Iran

Iran menanggapi serangan ini dengan meluncurkan puluhan rudal ke wilayah Israel, termasuk Tel Aviv.
Beberapa bangunan rusak dan puluhan orang dilaporkan terluka.
Namun, mereka belum melancarkan pembalasan langsung ke pangkalan-pangkalan militer AS di kawasan atau pun menutup Selat Hormuz, jalur utama pengiriman minyak dunia.
Untuk mengantisipasi potensi eskalasi, militer AS meningkatkan perlindungan pasukan di Irak dan Suriah serta memindahkan aset militer dari lokasi-lokasi yang dianggap rentan.
Saat ini, AS memiliki sekitar 40 ribu personel di kawasan Timur Tengah.

Langkah Trump mengebom fasilitas nuklir Iran juga menandai pergeseran kebijakan luar negerinya dari yang cenderung menghindari keterlibatan militer langsung.
Unjuk rasa kecil antiperang dilaporkan berlangsung di beberapa kota AS.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan tidak ada operasi tambahan yang direncanakan saat ini, kecuali Iran melakukan pembalasan lebih lanjut.
“Kami punya target lain, tapi kami sudah mencapai tujuan kami,” katanya kepada CBS.
Sementara itu, Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard sebelumnya menyampaikan Iran bisa membuat senjata nuklir dalam hitungan minggu jika memutuskan, namun informasi itu diragukan oleh sejumlah legislator dan pakar independen.