Tips Memotret Aksi Demo Massa Secara Efektif

Memotret aksi massa yang berakhir rusuh memerlukan kesiapan fisik, psikis, alat fotografi dan alat pengaman diri yang matang. Ilustrasi: Massa aksi melancarkan provokasi ke arah pasuka dalmas saat aksi menolak revisi UU Pilkada oleh DPR RI di depan Gedung DPRD Jawa Barat di Jalan Diponegoro, Bandung, Kamis (22/8/2024). (KANGJEPRET/ YOGIARDHI) (Nikon D3, Nikkor 28mm/2.8 D).

KANGJEPRET, REPUBLIKA NETWORK -- Memotret demonstrasi massa yang berpotensi rusuh adalah tugas yang menantang sekaligus berisiko bagi para fotografer. Namun bagi para pekerja dan penggemar genre fotojurnalistik ada kepuasan tersendiri ketika kita berhasil mengabadikan momen bersejarah ini.

Untuk menghasilkan foto yang berkualitas tanpa membahayakan keselamatan diri, fotografer harus mempersiapkan peralatan, perlindungan diri, serta memilih posisi dan momen yang tepat. Selain itu nyali yang dipertebal juga akan membantu saat memotret peristiwa seperti ini.

Pertama, pemilihan alat fotografi sangat krusial. Dalam kondisi ideal kita bisa menggunakan dua bodi kamera dengan panjang lensa berbeda. Kamera DSLR atau mirrorless dengan lensa zoom telefoto (sekitar 70-200mm equivalent) untuk memotret perstiwa dari jauh untuk menghindari lemparan batu, asap gas air mata, pentungan aparat.

Menggunakan dua bodi dengan panjang lensa berbeda membantu proses kerja di lapangan ketika peristiwa berganti dengan cepat dalam hitungan detik. Satu lensa menggunakan lensa zoom tele, sementara bodi lain menggunakan lensa zoom atau fixed wide.

Sementara bodi lain menggunakan lensa wide – medium tele (setara 24-70mm atau 18-55mm kit misalnya) untuk memotret momen yang berlangsung di dekat kita. Bodi dengan lensa wide bisa digantikan dengan kamera hape kita sebagai 2nd body. Lensa sapujagat (setara 28-300 full frame) juga akan sangat membantu kita memotret momen ketika terjadi chaos.

Disarankan agar mengambil gambar dari jarak aman. Jarak aman ini bisa diartikan beragam kepada masing-masing personal dan kondisi sekitar. Bisa jadi memotret dengan lensa sangat lebar dengan jarak dekat bagi seorang fotografer berpengalaman masih dianggap aman. Namun sebaliknya meski menggunakan tele namun mentah pengalaman, jarak teraman adalah tetap berada di rumah.

Lensa zoom memungkinkan pengambilan gambar detail tanpa harus terlalu dekat dengan kerumunan yang mungkin mulai ricuh. Selain itu, kamera dengan autofocus cepat dan performa ISO tinggi juga membantu menangkap gambar saat kondisi pencahayaan yang sulit.

Posisi pengambilan gambar harus berhati-hati. Idealnya, fotografer berada di sisi yang tidak berhadapan langsung dengan aparat keamanan atau massa yang agresif. Biasanya, mengambil posisi sedikit di tepi kerumunan atau di titik yang lebih tinggi, seperti di atas mobil atau bangunan rendah, membantu menjaga jarak aman sekaligus mendapatkan sudut pandang yang luas. Selain itu, jangan pernah berdiri di tengah-tengah massa yang paling padat karena risiko terjepit atau terkena ledakan kecil sangat tinggi.

Pemilihan posisi memotret ini sangat krusial. Karena berada di garis pertahanan mana pun kita tetap berisiko dipukuli massa, baik demonstran maupun aparat. Kedua pihak memiliki kepentingan untuk tetap terlihat baik di hadapan kamera. Aparat tidak ingin kelihatan sedang memukuli massa. Sementara massa tidak mau kepergok melakukan pengrusakan fasilitas dan identitas.

Pemotret bisa dengan mudah dituduh berada dipihak lawan dan langsung dihakimi. Massa demonstran menuduh fotografer sebagai intel yang menyamar jadi wartawan. Begitu pula aparat kerap melarang fotografer memotret aksi kekerasan mereka dan melakukan intimidasi fisik. Jadi pandai-pandailah membaca situasi

Beberapa waktu lalu ada sekelompok yang mengatasnamakan kelompok aksi mahasiswa di Bandung yang menyerukan perusakan alat foto siapa pun yang memotret mereka. Hal karena pemotret ini, siapa pun mereka, dianggap menghalangi perjuangan dan mengumbar identitas mereka di ruang publik.

Gimana, masih mau motrer demo rusuh?