
MILITER Israel memperkuat operasi militernya di Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir. Meski belum ada jadwal pasti terkait rencana masuknya pasukan darat, juru bicara pertahanan sipil Gaza, Mahmud Bassal, menyampaikan bahwa serangan udara telah meningkat selama tiga hari terakhir.
"Pendudukan Israel mengintensifkan pembomannya menggunakan bom, drone dan juga amunisi berdaya ledak tinggi yang menyebabkan kerusakan besar-besaran," katanya seperti dikutip AFP, Rabu (13/8).
Menurut Bassal, serangan yang meluas ke berbagai wilayah, termasuk Kota Gaza, menewaskan sedikitnya 33 orang pada Selasa (12/8).
Seorang warga Zeitun, Majed al-Hosary, menggambarkan bahwa pemboman telah berlangsung sangat intens selama dua hari terakhir. Setiap kali terjadi serangan, tanah bergetar.
Pada Minggu, serangan udara Israel di dekat sebuah rumah sakit di Kota Gaza menewaskan lima pegawai Al Jazeera dan seorang jurnalis lepas. Israel menuduh salah satu korban yang merupakan koresponden sebagai anggota Hamas.
Pengeboman terberat dalam beberapa minggu terakhir menghantam wilayah timur Kota Gaza, mencakup Sabra, Zeitoun, dan Shejaia. Warga melaporkan tank dan pesawat tempur Israel menggempur kawasan itu, memaksa banyak keluarga mengungsi ke arah barat.
"Kedengarannya seperti perang akan dimulai kembali," kata Amr Salah, 25.
Tank-tank menembak ke rumah-rumah, beberapa rumah terkena tembakan dan pesawat melakukan cincin api di mana rudal mendarat di beberapa jalan di Gaza timur.
Militer Israel mengeklaim serangan tersebut menargetkan militan Hamas dan lokasi peluncuran roket. Namun, belum ada tanda pasukan darat bergerak lebih dalam.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan serangan baru akan dipusatkan di Kota Gaza, yang ia sebut sebagai ibu kota militan Hamas. Dia juga mengindikasikan Gaza bagian tengah akan menjadi target berikutnya.
"Saya ingin mengakhiri perang secepat mungkin. Itu sebabnya saya telah menginstruksikan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) untuk mempersingkat jadwal perebutan kendali Kota Gaza," kata Netanyahu.
Rencana tersebut memicu kecaman internasional. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut langkah itu sebagai bencana dengan tingkat keseriusan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan langkah menuju perang tak berkesudahan.
Jerman pun menghentikan ekspor peralatan militer yang dapat digunakan di Gaza, sementara Inggris dan sekutu Eropa lainnya mendesak Israel mempertimbangkan kembali eskalasi militer.
Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, justru menuding sejumlah negara lebih menekan Israel ketimbang Hamas.
"Serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang ini," katanya.
Serangan Israel kali ini terjadi di tengah memburuknya krisis kelaparan di Gaza. Kementerian Kesehatan setempat melaporkan lima kematian baru akibat malnutrisi dan kelaparan dalam 24 jam terakhir, sehingga total korban menjadi 222 orang, termasuk 101 anak-anak, sejak perang dimulai.
MENUAI KRITIK INTERNASIONAL
Konflik yang berlangsung sejak serangan Hamas pada Oktober 2023 terus menuai kritik internasional. Para pakar yang didukung PBB memperingatkan adanya kelaparan meluas akibat Israel membatasi jumlah bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza.
Netanyahu menghadapi tekanan domestik terkait upaya pembebasan 49 sandera yang tersisa, termasuk 27 orang yang menurut militer Israel telah meninggal.
Data resmi menunjukkan serangan Hamas pada 2023 menewaskan 1.219 orang. Sementara itu, Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan korban jiwa akibat operasi militer Israel telah mencapai sedikitnya 61.599 orang, angka yang dianggap dapat diandalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Fer/I-1)