Sebagian dari mereka mulai mencari opsi lain guna mempertahankan elemen hiburan di tempat usahanya. Salah satunya dengan memutarkan lagu-lagu no copyright atau musik latar yang bebas royalti.
Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, mengingatkan agar para pemilik kafe juga bisa lebih hati-hati dalam memilih lagu no copyright.
"Iya asal betul itu non-copyright Tapi kalau terbukti itu (ada) copyright-nya? Jadi kenapa mau menghindar dari haknya orang. Begitu kan," ungkap Dharma kepada kumparan, belum lama ini.
Dharma juga mengetahui adanya beberapa kafe yang memilih untuk memutarkan suara alam atau suara burung. Kata Dharma, di dalam rekaman tersebut bisa jadi terdapat hak cipta dari perekam pertamanya.
"Itu ada copyright juga. Copyright itu siapa yang merekam itu. Yang merekam itu dia punya hak ada produser fonogram," tukasnya.
Dharma kemudian menekankan agar para pemilik usaha tak perlu takut memutar lagu. Asal, proses pembayaran royalti dilakukan dengan baik.
Menurut Dharma, pembayaran royalti juga bisa menjadi bagian dari perhitungan awal pemilik usaha sebelum memulai usahanya.
"Kalau kita mau bikin warung kita mesti beli beras kita mesti bayar gas. Yaudah pakai musik ya kita bayar. Kalau enggak mau jangan pakai musik, simpel saja kok," tukasnya.
Dharma juga sempat menjelaskan besaran nominal pembayaran royalti yang dibebankan kepada pemilik usaha. Katanya, para pemilik usaha dibebankan Rp 120 ribu per tahun untuk satu bangku.
Dharma memastikan, klasifikasi UMKM punya perhitungan yang lebih rendah. Sehingga nilai tersebut sebetulnya tak akan merugikan pihak pemilik usaha.
"UMKM itu seingat saya itu lebih murah lagi dari angka tersebut gitu. Kita lihat ada yang satu kafe itu enggak sampai sejuta satu tahun loh, gitu," tandasnya.