
Mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Sumsel, Deliar Marzoeki, dituntut hukuman penjara selama 8 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Palembang. Ia dinilai terbukti menerima gratifikasi dan melakukan pemerasan dalam proses penerbitan Surat Keterangan Layak K3, yang terungkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Tuntutan tersebut dibacakan langsung oleh Jaksa Syaran Jafizhan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Senin (23/6/2025), dengan majelis hakim diketuai Idi Il Amin SH MH.
Dalam amar tuntutannya, JPU menyatakan bahwa terdakwa Deliar Marzoeki secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider. Salah satu pertimbangan memberatkan adalah tindakan terdakwa yang tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara itu, sikap sopan terdakwa dan belum pernah dihukum sebelumnya menjadi pertimbangan yang meringankan.
"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun serta denda sebesar Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan," ujar Jaksa Syaran saat membacakan tuntutan.

Selain pidana pokok, JPU juga menuntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp1,3 miliar. Apabila tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Perbuatan terdakwa dinilai melanggar Pasal 12B ayat (1), (2) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, sebagaimana tercantum dalam dakwaan primair.
Penasihat hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) atas tuntutan tersebut.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan, Deliar Marzoeki mengeluarkan Surat Keterangan Layak K3 untuk perusahaan Grand Atyasa Mulia, meski lift barang milik perusahaan tersebut tidak pernah dirawat dari tahun 2022 hingga 2025. Akibat kelalaian itu, terjadi kecelakaan kerja serius yang menyebabkan korban bernama Marta Saputra (41) mengalami luka berat, termasuk putus lengan kanan dan remuk pada kaki kanan bagian paha.
Untuk menutup pelanggaran tersebut, terdakwa diduga meminta sejumlah uang kepada pihak Grand Atyasa agar dapat menerbitkan surat Layak K3 secara surut. Dalam praktiknya, terdakwa menggandeng PT Dhiya Aneka Teknik sebagai perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3), yang membuat laporan fiktif menggunakan nama perusahaan lain, PT Dhiya Duta Inspeksi, milik kakak dari Direktur Harni Rayuni. Kejari Palembang juga telah menetapkan Eri Hartoyo, pemilik PT Dhiya Duta Inspeksi, sebagai tersangka dalam perkara ini.
Tercatat, Maryam selaku General Manager PT Atyasa Mulia melalui kuasa hukumnya mengirimkan uang sebesar Rp162 juta, dari permintaan awal terdakwa sebesar Rp280 juta untuk pengurusan surat layak K3 tersebut.
Lebih lanjut dalam dakwaan disebutkan bahwa dari September 2023 hingga 10 Januari 2024, terdakwa menerima uang hingga lebih dari Rp1,9 miliar dari beberapa pihak terkait penerbitan surat K3 dan penyelesaian permasalahan Norma Kerja. Tindakan tersebut dilakukan terdakwa dengan memanfaatkan jabatannya sebagai Kepala Disnakertrans Sumsel.
Perbuatan terdakwa juga dijerat dengan Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.