Sekolah Rakyat Dapat Apresiasi, Tapi Harus Belajar dari Gagalnya Sekolah Negeri

4 weeks ago 3
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Pemerintah telah melangkah berani dengan menggagas Sekolah Rakyat, sebuah inisiatif pendidikan yang menyasar anak-anak dari keluarga termiskin di Indonesia. Dengan kurikulum nasional yang diperkaya penguatan karakter, fasilitas gratis, dan sistem asrama, program ini bukan sekadar sekolah, tetapi simbol harapan baru untuk memutus siklus kemiskinan. Namun, di balik semangat inovatif ini, muncul pertanyaan: apakah kebijakan ini akan benar-benar inklusif, atau justru menciptakan tantangan baru?

 Ilustrasi penulisSumber : Ilustrasi penulis

Sekolah Rakyat merupakan sebuah program pendidikan yang ditujukan secara khusus bagi anak-anak dari keluarga dengan penghasilan terendah yakni mereka yang masuk dalam kelompok desil 1 dan 2 menurut data sosial ekonomi nasional. Program ini direncanakan mulai berjalan pada tahun ajaran 2025/2026, dengan tahap awal melibatkan 100 lokasi rintisan. Program ini diputuskan untuk mulai operasional pada tahun ajaran Juli 2025–Juni 2026, dengan 100 lokasi rintisan awal melalui renovasi gedung milik pemerintah (tahap I), dan direncanakan akan membangun sekolah permanen tahap II untuk jenjang SD, SMP, dan SMA.

Di tengah berbagai keraguan dan perdebatan, perlu diakui bahwa program Sekolah Rakyat lahir dari niat mulia: menghadirkan akses pendidikan yang layak dan menyeluruh bagi anak-anak dari keluarga miskin. Negara hadir tidak hanya dengan janji, tetapi dengan fasilitas konkrit yang menghilangkan beban finansial: seragam, makanan bergizi, asrama, hingga pengasuhan berbasis komunitas disiapkan secara penuh. Ini bukan sekadar kebijakan pendidikan, tetapi bentuk keberpihakan nyata kepada mereka yang selama ini hidup di tepi sistem.

Yang juga patut diapresiasi adalah pendekatan inovatif dalam kurikulum yang diusung. Sekolah Rakyat tidak hanya menargetkan capaian akademik semata, tetapi juga memprioritaskan penguatan karakter, kepemimpinan, kewirausahaan, serta keterampilan vokasional. Melalui sistem boarding school dan kegiatan malam yang terstruktur, siswa dibina untuk memiliki rasa percaya diri, kemandirian, dan pandangan hidup yang lebih luas sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak dari lingkungan dengan keterbatasan struktural dan sosial.

Pendekatan ini mengingatkan kita pada program Bolsa Família di Brasil, yang terbukti berhasil meningkatkan partisipasi pendidikan anak-anak miskin melalui kombinasi bantuan ekonomi dan pemberdayaan sosial. Bukan hanya anak yang diberi ruang untuk tumbuh, tapi orang tua pun dilibatkan dalam proses, mulai dari pendampingan psikososial hingga pendidikan keuangan dasar.

Hasilnya, partisipasi meningkat bukan karena paksaan, tapi karena tumbuhnya kesadaran dan harapan. Jika dikelola secara profesional dan inklusif, Sekolah Rakyat berpotensi menjadi kebijakan serupa di Indonesia yakni bukan sekadar membuka akses, tapi juga membongkar tembok pesimisme yang selama ini membatasi langkah anak-anak dari keluarga miskin.

Namun di balik semangat besar itu, kita perlu berhati-hati terhadap kemungkinan lahirnya segregasi sosial baru dalam dunia pendidikan. Sekolah Rakyat memang dirancang untuk menjangkau anak-anak dari kelompok ekonomi terbawah, namun justru di situlah tantangan etik dan sosial muncul. Dengan secara eksplisit menyasar "yang termiskin", program ini berisiko menciptakan labelisasi dan stigmatisasi, bahwa peserta didiknya adalah "mereka yang tidak mampu", bukan "mereka yang berpotensi". Jika tidak dikelola dengan pendekatan yang sensitif dan inklusif, Sekolah Rakyat bisa menjelma menjadi kotak sosial baru yang memisahkan, bukan menjembatani kesenjangan.

Fenomena segregasi ini bukan asumsi kosong. Banyak studi menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dengan identitas "bantuan" atau "pemerintah" kerap mengalami stereotip negatif, baik dari masyarakat sekitar maupun peserta didik itu sendiri. Identitas sosial ini bisa memengaruhi kepercayaan diri siswa, dan dalam jangka panjang, membatasi aspirasi hidup mereka.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk merancang narasi dan sistem yang tidak memperkuat jurang sosial, melainkan membangun citra bahwa Sekolah Rakyat adalah sekolah unggul berbasis solidaritas nasional, tempat anak-anak tangguh ditempa untuk memimpin masa depan.

Hal ini juga diperkuat dengan fenomena menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah negeri. Jika kita melihat dari landscape yang luas, di berbagai kota orang tua dari kelas menengah ke bawah hingga atas semakin jarang menyekolahkan anak mereka ke sekolah negeri. Banyak ruang kelas kosong, bahkan beberapa sekolah negeri harus digabung karena minim siswa. Realitas ini menunjukkan bahwa problem pendidikan publik bukan sekedar akses, tetapi juga mutu, inovasi, dan relevansi. Ketika sekolah negeri gagal menjawab dinamika zaman, masyarakat berpaling ke swasta, meski dengan biaya tinggi.

Kaitannya yakni Sekolah Rakyat bukan hanya harus mampu menghapus hambatan ekonomi, tapi juga membalik persepsi bahwa sekolah milik negara adalah tempat dengan kualitas rendah. Justru inilah kesempatan untuk membuktikan bahwa negara mampu menyelenggarakan pendidikan yang bermutu tinggi, humanis, dan adaptif. Jika Sekolah Rakyat sukses membangun kualitas, sistem pendampingan yang kuat, serta atmosfer belajar yang mendidik dengan kasih dan keteladanan, maka ia bukan hanya akan mengangkat anak-anak miskin, tetapi juga merebut kembali kepercayaan masyarakat terhadap sekolah negeri.

Pada akhirnya, Sekolah Rakyat bukan sekadar soal bangunan, seragam, atau angka partisipasi. Ia adalah wajah dari keberpihakan negara terhadap warganya yang paling rentan. Namun keberpihakan itu hanya akan bermakna jika diwujudkan dengan kesungguhan, yakni dalam desain yang inklusif, tata kelola yang profesional, dan kualitas pendidikan yang mampu bersaing secara nasional. Pemerintah harus menghindari jebakan formalistik, bahwa dengan membuka sekolah untuk anak miskin maka persoalan telah selesai. Justru di sanalah kerja sesungguhnya dimulai.

Lebih dari itu, Sekolah Rakyat adalah peluang untuk membalik krisis kepercayaan publik terhadap sekolah negeri. Dengan sumber daya yang tepat dan arah yang jelas, sekolah ini bisa menjadi etalase baru pendidikan publik Indonesia yang progresif dan transformatif. Pendidikan yang bukan sekadar menyelamatkan anak-anak dari kemiskinan, tetapi yang benar-benar membuka masa depan baru, setara, bermartabat, dan penuh harapan.

Oleh karena itu, jika Sekolah Rakyat ingin sukses, maka ia harus berjalan dengan satu prinsip utama: mendidik tanpa membedakan, memihak tanpa melabeli, dan hadir bukan karena kasihan, tetapi karena keyakinan akan potensi setiap anak bangsa.

Read Entire Article