JELANG upacara peringatan Proklamasi pada 17 Agustus 2025, calon Pasukan Pengibar Bendera Pusaka alias Paskibraka Nasional akan dikukuhkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada hari ini Rabu, 13 Agustus 2025. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila sudah menetapkan 76 calon anggota Paskibraka Nasional 2025, yang terpilih dari 130 ribu putra-putri asal 38 provinsi.
“Perekrutan dilaksanakan penuh tanggung jawab, integritas yang tinggi, objektif, netral, bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme,” ucap Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi dalam konferensi pers Pembentukan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Tingkat Pusat Tahun 2025 di halaman kantor BPIP pada Rabu, 2 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari paskibraka.bpip.go.id, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Paskibraka, menegaskan pembentukan Paskibraka bukan hanya untuk menjalankan tugas mengibarkan dan menurunkan bendera pusaka pada peringatan Hari Kemerdekaan RI, tetapi juga sebagai program kaderisasi calon pemimpin bangsa yang berjiwa Pancasila.
Pembinaan dalam pendidikan dan pelatihan terpusat mencakup pembelajaran aktif ideologi Pancasila, penguatan wawasan kebangsaan, pelatihan kepemimpinan, latihan baris-berbaris, serta pengasuhan untuk membentuk generasi yang tangguh, mandiri, dan berkarakter Pancasila.
Sejarah Paskibraka
Husein Mutahar sebagai pendiri Paskibraka mencetuskan gagasan ini pada tahun 1946, ketika ibu kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Saat itu, untuk memperingati Proklamasi Kemerdekaan RI yang pertama, Presiden Soekarno memerintahkan ajudannya, Husein Mutahar, menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta.
Dari momen tersebut, muncul ide di benak Mutahar bahwa pengibaran bendera pusaka sebaiknya dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Namun, karena kondisi saat itu tidak memungkinkan, ia hanya dapat menghadirkan lima pemuda, yaitu tiga laki-laki dan dua perempuan yang berasal dari berbagai daerah dan kebetulan berada di Yogyakarta, salah satunya Siti Dewi Sutan Assin. Jumlah lima orang tersebut dipilih untuk melambangkan Pancasila.
Tradisi ini terus berlangsung di Yogyakarta hingga tahun 1949. Setelah ibu kota kembali ke Jakarta pada 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka, dan tugas itu diambil alih oleh Rumah Tangga Kepresidenan hingga 1966, dengan petugas pengibar bendera berasal dari pelajar dan mahasiswa Jakarta.
Pada 1967, Presiden Soeharto kembali memanggil Mutahar untuk mengurus pengibaran bendera pusaka. Berbekal pengalaman tahun 1946, ia mengembangkan formasi pasukan menjadi tiga kelompok, yaitu Pasukan 17 sebagai pengiring atau pemandu, Pasukan 8 sebagai pembawa bendera atau inti, dan Pasukan 45 sebagai pengawal. Formasi ini melambangkan tanggal Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945.
Akibat keterbatasan situasi, anggota pasukan diambil dari putra daerah yang ada di Jakarta dan merupakan anggota Pramuka. Rencana awal untuk mengisi Pasukan 45 dengan mahasiswa AKABRI atau pasukan khusus ABRI gagal, sehingga akhirnya digunakan Pasukan Pengawal Presiden.
Mulai 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka berasal dari pemuda utusan provinsi, meskipun belum semua provinsi mengirimkan perwakilan sehingga sebagian anggota diambil dari eks-pasukan tahun sebelumnya. Pada 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta, Presiden Soeharto menyerahkan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi kepada gubernur atau kepala daerah tingkat I seluruh Indonesia.
Duplikat bendera mulai dikibarkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka, menggantikan bendera asli yang kemudian hanya berfungsi mengantar dan menjemput duplikat. Sejak tahun itu, pengibar bendera pusaka terdiri dari siswa SLTA dari seluruh provinsi, masing-masing provinsi mengirimkan sepasang putra dan putri.
Dari 1967 hingga 1972, sebutan resmi bagi mereka adalah Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Baru pada 1973, Idik Sulaeman memperkenalkan nama “Paskibraka,” yang berasal dari singkatan PAS (pasukan), KIB (pengibar), RA (bendera), dan KA (pusaka). Sejak itu, sebutan Paskibraka digunakan untuk para pengibar bendera pusaka di tingkat nasional.