
RUSIA pada Minggu (7/9) melancarkan serangan udara paling masif sejak awal invasi ke Ukraina. Serangan ini menghantam lebih dari 30 lokasi, termasuk kantor pusat pemerintahan di Kyiv dan menewaskan sejumlah warga sipil, di antaranya seorang ibu dan bayinya yang baru berusia dua bulan.
"Anak itu bahkan belum bisa berkata, Mama," kata Perdana Menteri Ukraina Yulia Svyrydenko seperti dikutip NY Post, Senin (8/9).
“Bagi saya, ini adalah perang eksistensial bagi Ukraina, karena mereka mencoba menghancurkan masa depan kita dengan membunuh anak-anak kita dan mereka mencoba menghancurkan kedaulatan kita, lembaga pemerintahan kita," sebutnya.
Pejabat Ukraina menyebut serangan kali ini melibatkan 810 pesawat tanpa awak, pesawat pengecoh, serta 13 rudal. Pertahanan udara Ukraina berhasil menembak jatuh lebih dari 700 drone dan beberapa rudal.
Gedung Pemerintahan Jadi Sasaran
Serangan terhadap kantor pusat pemerintahan, termasuk kantor kabinet, terjadi sekitar pukul 6 pagi. Svyrydenko menyebut lantai atas gedungnya rusak parah.
"Untuk pertama kalinya selama invasi skala penuh, mereka menyerang kantor pusat pemerintahan," ujarnya.
"Kami harus menggunakan tiga helikopter agar tahu cara memadamkan api dengan cara seperti itu," tambahnya.
Kritik terhadap Upaya Damai Trump
Svyrydenko menilai serangan ini menjadi ejekan terhadap upaya damai Presiden Donald Trump, yang baru-baru ini berusaha mendorong negosiasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga menegaskan sikap serupa.
"Sekali lagi, Kremlin mengolok-olok diplomasi, menginjak-injak hukum internasional, dan membunuh tanpa pandang bulu," tulis von der Leyen di X.
"Rusia menunjukkan bahwa mereka tidak mampu. mereka tidak ingin berunding, mereka tidak bertujuan untuk mengakhiri perang ini. Mereka ingin membunuh orang Ukraina dan mereka ingin terus bertempur," kata Svyrydenko.
Desakan Sanksi Lebih Keras
Menurut Svyrydenko, komunitas internasional harus memberikan tekanan lebih kuat kepada Moskow, terutama melalui penghentian pembelian minyak Rusia dan sanksi sekunder bagi negara yang masih melakukannya.
"Jelas Rusia tidak ingin menghentikan (perang) jadi itulah mengapa kita perlu menghentikan mereka," sebutnya.
Dia juga mendorong sanksi terhadap industri pertahanan Rusia.
"Segala sesuatu yang dapat memberi mereka kemungkinan untuk terus membunuh warga Ukraina harus dibatasi," tegasnya.
Respons Internasional
Serangan ini terjadi setelah pertemuan puncak Trump dan Putin di Alaska bulan lalu, di mana Putin dikabarkan meyakinkan Gedung Putih bahwa ia siap untuk berdialog. Namun Svyrydenko menyebut tindakan Putin justru menunjukkan penghinaan terhadap proses perdamaian.
"Dia menunjukkan rasa jijiknya, penghinaannya terhadap negosiasi damai," kata Svyrydenko.
"Saya pikir itu membuktikan sekali lagi, bahwa dia telah menipu pemerintah AS dan sekarang saatnya untuk bertindak," lanjutnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan bahwa ia telah berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk menyiapkan langkah baru memperkuat pertahanan Ukraina. (Fer)