Indonesia dan Australia bekerja sama untuk mendorong SDM industri yang berkualitas. Selain itu, pada HUT ke-80 RI ini diharapkan tenaga kerja Indonesia mampu bersaing di tengah perubahan industri dan teknologi yang cepat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari separuh pekerja Indonesia berada di posisi yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan atau keahlian mereka. Ketidaksesuaian ini berdampak pada tingginya angka pengangguran, yakni 7,28 juta orang, dengan 3,55 juta di antaranya berusia 15–24 tahun. Bahkan, sebanyak 871.860 lulusan sarjana per Februari 2025, masih berjuang mendapatkan pekerjaan yang sesuai kualifikasi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai perubahan arah investasi menjadi salah satu pemicu untuk mendorong SDM berkualitas.
“Investasi di Indonesia bergeser ke sektor yang lebih padat modal, dan keterampilan yang kita butuhkan berubah sesuai hal tersebut. Kita harus menyesuaikan pelatihan untuk mengimbangi industri dan teknologi,” ujar Shinta dalam keterangannya, Minggu (17/8).
Dia melanjutkan, Indonesia-Australia bekerja sama membentuk Indonesia-Australia Skills Exchange (IASE), platform yang mempertemukan perusahaan di Indonesia dengan lebih dari 50 penyedia pendidikan Australia dan lebih dari 300 kursus pelatihan. Melalui situs IASkills.org, pemberi kerja dapat mencari kursus yang relevan, menghubungi penyedia pelatihan, atau mengajukan tender sesuai kebutuhan.
“Jika perusahaan memiliki kebutuhan pelatihan tertentu, Anda dapat mempostingnya di platform dan penyedia akan membalas,” kata Skills Lead Adviser Katalis IASE, Clarice Campbell.
Fokus pelatihan tidak hanya pada keterampilan teknis, tetapi juga soft skill. Perkembangan itu mendorong kebutuhan pekerja dengan kemampuan pemasaran digital, analitik data, hingga desain pengalaman pelanggan.
Direktur Katalis IASE, Paul Bartlett, mengatakan penyedia pendidikan Australia dapat mengisi kesenjangan tersebut. “Di situlah bisnis dapat berkembang, menggabungkan kemampuan di bidangnya dengan kepemimpinan, komunikasi, dan pemikiran kritis,” ujar Paul.
Langkah-langkah ini diharapkan membantu Indonesia mempersiapkan tenaga kerja yang tidak hanya terampil, tetapi juga adaptif menghadapi tantangan masa depan. Sebab, menuju Indonesia Emas 2045, kekuatan bangsa tak hanya diukur dari infrastruktur, tetapi juga dari kualitas manusianya.