
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkap pembekuan rekening dormant alias rekening nganggur berdampak pada pemberantasan judi online.
Menurut Ivan, sejak kebijakan pembekuan rekening dormant dilakukan pada pertengahan Mei 2025, transaksi judi online pun ikut turun.
"Justru sekarang sedang dijaga sepenuhnya, dijaga dari kemungkinan penyimpangan oleh pihak-pihak lain. Habis itu dibuka kembali, dana utuh 100 persen," jelas Ivan kepada kumparan, Kamis (31/7).
"Kita menemukan fakta maraknya rekening nasabah dijualbelikan, diretas, dana diambil dan hilang, penyalahgunaan rekening nasabah tanpa hak, semua untuk kepentingan illegal," sambungnya.
Berdasarkan data PPATK, sejak pengenaan henti rekening dormant dimulai per 16 Mei 2025, trend total deposit perjudian online turun signifikan.
Dari total transaksi sebesar 5,08 triliun pada April, menjadi Rp 2,29 triliun pada Mei dan turun lagi menjadi Rp 1,5 triliun pada Juni 2025.

Frekuensi deposit judi online juga ikut turun. Dari 33,23 juta kali transaksi pada April, menjadi 7,32 juta transaksi pada bulan diberlakukannya kebijakan PPATK.

Sebelumnya, PPATK mengungkap adanya 10 juta rekening penerima bansos yang tidak digunakan selama 3 tahun. Dana yang mengendap dalam semua rekening ini mencapai Rp 2,1 triliun.
PPATK juga mencatat ada lebih dari 140 ribu rekening yang sudah tidak digunakan selama 10 tahun, dengan nilai Rp 428.612.372.321. Selain rekening bansos ‘nganggur’, PPATK juga menemukan 1 juta rekening terkait tindak pidana.
150 ribu di antaranya adalah rekening yang diperoleh dari aktivitas jual beli rekening, peretasan atau hal lainnya secara melawan hukum dan digunakan untuk menampung dana dari kejahatan pidana. Sebelum digunakan untuk kejahatan, 50 ribu dari 150 ribu rekening tersebut juga tercatat sebagai rekening dormant.
Temuan ketiga PPATK terkait rekening dormant adalah adanya 2 ribu rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang menjadi rekening dormant dengan nilai Rp 500 miliar.