
KPK mengungkapkan bahwa penyidik turut memeriksa pihak kepolisian sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatra Utara (Sumut).
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut bahwa pemeriksaan tersebut dilakukan di Polda Sumut.
"KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap salah satu anggota di kepolisian dan sudah dilakukan, berjalan dengan baik," kata Budi kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7).
"Pada saat proses pemeriksaan, dari Polda Sumut juga mendukung proses pemeriksaan tersebut sehingga bisa berjalan dengan baik," jelas dia.
Namun, Budi tak membeberkan lebih lanjut siapa anggota kepolisian dimaksud yang turut diperiksa penyidik KPK.
"Untuk detail saksi dimaksud nanti kami cek dulu, ya, siapa gitu," imbuhnya.

Dalam pemeriksaan itu, lanjutnya, anggota kepolisian itu didalami secara umum terkait dengan perkara korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut tersebut.
"Secara umum [didalami] terkait dengan perkara, terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Sumut, tentu bagaimana proses pengadaannya, kemudian aliran uangnya ke pihak mana saja, itu semuanya ditelusuri oleh penyidik," papar Budi.
Pihak Polri belum berkomentar mengenai adanya pemeriksaan KPK tersebut.
Dalam perkara ini, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kajari Mandailing Natal, Muhammad Iqbal, dan Kasi Datun Kejari Mandailing Natal, Gomgoman Halomoan Simbolon.
Kedua jaksa itu sedianya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi pada Jumat (18/7) lalu. Namun, pemeriksaan tersebut belum terlaksana.
Budi menerangkan bahwa KPK masih berkoordinasi dengan Kejaksaan mengenai pemeriksaan tersebut. KPK pun sudah bersurat ke Kejagung.
"KPK sudah berkirim surat, jadi kemarin sebelum dilakukan penjadwalan pada hari Jumat, penyidik sudah berkirim surat ke Kejaksaan Agung terkait dengan pemeriksaan kepada yang bersangkutan," tutur Budi.
"Dan koordinasi komunikasi sudah dilakukan dan teman-teman penyidik juga sudah berkomunikasi dengan teman-teman di kejaksaan dan semua berjalan baik," terangnya.
Budi pun meyakini Kejagung mendukung proses pemeriksaan terhadap jaksa tersebut.
"Dan kami juga meyakini tentunya kejaksaan akan mendukung proses-proses penyidikan perkara ini," ucap dia.
Kata Kejagung
Terkait rencana pemeriksaan Kajari dan Kasi Datun Kejari Mandailing Natal tersebut, Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menyebut pihaknya terbuka untuk koordinasi. Selama ini, lanjutnya, koordinasi antara Kejagung dengan KPK terjalin dengan baik.
"Tentunya nanti kita bisa koordinasi kembali terkait pemanggilan yang bersangkutan," ujar Anang kepada wartawan, di Gedung Kejagung, Selasa (22/7).
Anang juga menegaskan, pihaknya tak segan bakal memberikan sanksi apabila ada jaksa yang terbukti melanggar aturan. Kejagung tak akan memberikan perlindungan.
"Kalau memang ibaratnya [salah], kita tidak akan melindungi, kalau memang ada oknum dari kita ibaratnya melanggar, ya proses," pungkas dia.
Kasus Korupsi Proyek Jalan di Sumut
Kasus ini terungkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6). OTT ini terkait dengan dua perkara berbeda.
Pertama, terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatra Utara. Kedua, terkait proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatra Utara. Nilai kedua proyek itu sebesar Rp 231,8 miliar.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.
Untuk tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatra Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan sebanyak enam orang serta uang tunai sebesar Rp 231 juta yang merupakan bagian dari uang Rp 2 miliar yang diduga akan dibagi-bagikan oleh Akhirun dan Rayhan.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.