Rita Maliza
Riset dan Teknologi | 2025-09-06 09:55:42
Pagi itu di ruang konsultasi, seorang pasien kanker mendapat kabar yang tidak biasa dari dokter. Obat kemoterapi yang sering dipakai kemungkinan kecil akan bekerja untuk dirinya. Bukan karena ia telat berobat, melainkan karena ”mesin penyakitnya” berbeda. Namun, ada pilihan terapi lain yang tersedia, lebih tepat dan dengan efek samping yang lebih ringan. Gambaran singkat ini menjelaskan inti pengobatan presisi.
Pengobatan presisi adalah pendekatan medis yang menyesuaikan pencegahan, diagnosis, dan terapi dengan karakter biologis tiap orang. Dokter tidak hanya melihat gejala dan hasil laboratorium rutin. Keputusan klinis juga mempertimbangkan sinyal yang lebih dalam, seperti perubahan gen pada sel kanker, cara tubuh memetabolisme obat, serta pola hidup yang memengaruhi risiko penyakit. Tujuannya jelas, perawatan menjadi lebih tepat sasaran, lebih aman, dan lebih hemat percobaan yang sia-sia.
Istilah ini sering disamakan dengan personalized medicine. Bedanya, pengobatan presisi menekankan pemilahan pasien ke kelompok biologis yang berbeda. Dua orang dengan diagnosis sama bisa memerlukan obat yang berlainan karena kabel molekulernya tidak sama. Klasifikasi berbasis penanda molekuler membantu dokter memilih terapi yang dapat ditindaklanjuti, bukan sekadar mengikuti label penyakit berdasarkan organ.
Mengapa penting bagi Indonesia. Kita menghadapi beban penyakit tidak menular yang terus meningkat, dari kanker sampai jantung dan diabetes. Pendekatan kedokteran presisi menawarkan cara yang lebih efisien, karena terapi dipilih berdasarkan bukti tentang bagaimana penyakit bekerja pada diri pasien. Keragaman genetik masyarakat Indonesia juga menjadi modal ilmiah. Data dari populasi sendiri membantu dokter mengambil keputusan yang sesuai, bukan menyalin temuan dari negara dengan profil yang berbeda.
Contoh paling nyata adalah onkologi. Selama bertahun-tahun, banyak terapi kanker diberikan dengan pendekatan yang seragam. Kini, pemeriksaan molekuler dapat mencari saklar yang menyalakan pertumbuhan sel kanker. Bila saklar itu ditemukan, misalnya pada sebagian kasus kanker paru, dokter dapat meresepkan obat yang dirancang untuk mematikannya. Dampaknya adalah peluang respons yang lebih baik pada pasien yang tepat. Pasien lain yang tidak memiliki saklar itu bisa dihindarkan dari obat mahal yang tidak efektif.
Ilustrasi pengobatan presisi. Dibuat menggunakan Biorender.
Manfaat presisi tidak berhenti di kanker. Di layanan primer, farmakogenomik mulai digunakan untuk mengurangi efek samping obat. Ada orang yang memecah obat terlalu cepat sehingga obat kurang ampuh, ada yang terlalu lambat sehingga risiko keracunan meningkat. Dengan uji sederhana, dokter dapat menyesuaikan dosis atau memilih obat lain sejak awal. Pendekatan ini relevan untuk obat pengencer darah, antidepresan, obat tuberkulosis, dan beberapa analgesik yang sering diresepkan.
Pencegahan juga diuntungkan. Skor risiko yang menggabungkan faktor genetik dan faktor klinik sederhana, seperti tekanan darah, indeks massa tubuh, serta riwayat keluarga, membantu menentukan siapa yang perlu dimonitor lebih ketat. Tujuan utamanya bukan menakut-nakuti. Tujuannya memberi perhatian ekstra pada mereka yang berisiko lebih tinggi, sehingga perubahan gaya hidup dan pemeriksaan berkala dapat dimulai lebih awal.
Bagaimana dengan kekhawatiran publik. Isu pertama adalah biaya. Pemeriksaan molekuler memang terdengar mahal, tetapi presisi dapat mengurangi biaya percobaan terapi yang salah arah. Kuncinya ada pada prioritas. Program dapat dimulai dari kasus dengan manfaat klinis paling jelas, misalnya beberapa jenis kanker dengan terapi target yang tersedia. Model pembiayaan bisa dirancang bertahap dalam bentuk paket yang transparan, mencakup tes, interpretasi, rapat klinik lintas disiplin, dan terapi.
Isu kedua adalah privasi data. Data genetik tidak bisa diganti seperti kata sandi. Karena itu, persetujuan pasien harus jelas dan mudah dipahami. Akses data perlu dibatasi sesuai peran, dan setiap penggunaan untuk riset atau layanan harus dapat dilacak. Teknologi analitik yang menjaga kerahasiaan, misalnya komputasi yang tidak memindahkan data mentah, semakin tersedia. Namun yang paling penting tetap sama, kepercayaan publik adalah fondasi.
Isu ketiga adalah kesenjangan akses. Pengobatan presisi tidak boleh hanya dinikmati mereka yang mampu. Cara mengatasinya adalah desain layanan sejak awal. Penggunaan sampel yang mudah, seperti tetesan darah kering, dapat memperluas jangkauan ke daerah. Tenaga kesehatan di berbagai wilayah bisa dilatih untuk konseling dasar dan pengambilan sampel. Fokus layanan perlu diarahkan pada intervensi yang berdampak nyata, bukan yang terdengar canggih semata.
Langkah awal yang masuk akal bukan sekadar menambah alat. Yang dibutuhkan adalah penataan alur layanan. Rumah sakit rujukan dapat menjadi pusat analisis dan interpretasi. Puskesmas dan rumah sakit daerah menjadi tempat pengambilan sampel dan edukasi pasien. Tim lintas disiplin membantu menafsirkan temuan molekuler. Dokter tetap memegang keputusan terapi dengan mempertimbangkan kondisi klinik, usia, komorbid, serta preferensi pasien dan keluarganya.
Peran warga tidak kalah penting. Tanyakan kepada tenaga kesehatan apakah ada pemeriksaan yang dapat membuat terapi lebih tepat. Pahami bahwa tidak semua orang perlu dites, karena prioritas ditentukan oleh manfaatnya dalam konteks penyakit tertentu. Simpan salinan hasil, baca ringkasannya, dan jangan ragu meminta penjelasan. Dalam urusan kesehatan, melek informasi adalah bentuk keberanian dan kendali diri.
Intinya, pengobatan presisi bukan wajah dingin teknologi. Ini adalah cara yang lebih adil untuk mengakui bahwa tiap tubuh membawa peta unik. Jika peta itu dibaca dengan benar, dijaga dengan aman, dan digunakan secara bertanggung jawab, layanan kesehatan menjadi lebih efektif, lebih efisien, dan lebih ramah bagi manusia. Harapannya, percakapan seperti pada paragraf pembuka akan menjadi hal yang biasa di klinik dan rumah sakit di seluruh Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.