Liputan6.com, Jakarta - Pemanfaatan rumput laut sebagai sumber bahan baku obat tengah dikembangkan oleh peneliti Indonesia.
Periset Ahli Utama Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional (PRBBOT) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dedi Noviendri, mengatakan bahwa potensi farmasi rumput laut Indonesia masih belum tergarap.
“Indonesia memiliki lebih dari 800 spesies rumput laut, tetapi hanya 55 jenis yang dimanfaatkan secara komersial, dan itu pun masih terbatas untuk industri pangan dan kosmetik. Potensi farmasinya masih belum tergarap,” ujar Dedi dalam webinar Bincang Riset Seri 3 bertema Potensi Sumber Daya Hayati Laut sebagai Bahan Baku untuk Pengembangan Obat pada Kamis (24/07/2025).
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, produksi rumput laut Indonesia pada 2024 mencapai 8,2 juta ton. Sayangnya, sebagian besar hasil panen langsung dijual dalam bentuk kering ke luar negeri tanpa pengolahan lanjutan.
“Ini kerugian besar secara ekonomi dan ilmiah. Kita kehilangan kesempatan untuk mengolahnya menjadi bahan aktif bernilai tinggi,” jelas Dedi.
Menurutnya, rumput laut menyimpan berbagai metabolit sekunder seperti polisakarida sulfat, alkaloid, flavonoid, dan polifenol yang memiliki aktivitas biologis luas.
“Senyawa ini terbukti memiliki efek antioksidan, antikanker, antimikroba, antidiabetes hingga antivirus,” lanjut Dedi.
Es Rumput Laut Jeruk Nipis adalah sebuah sajian minuman segar yang menjadi salah satu kuliner yang khas nusantara. Selain rasanya yang nikmat, minuman ini bisa juga untuk membangkitkan stamina anda yang terkuras karena aktifitas.
Berpotensi Turunkan Penyakit Degeneratif
Beberapa spesies rumput laut yang menonjol secara farmakologis antara lain Sargassum polycystum, Gracilaria sp., dan Eucheuma cottonii.
Riset terbaru menunjukkan bahwa ekstrak dari ketiga spesies tersebut memiliki aktivitas imunostimulan dan berpotensi menurunkan risiko penyakit degeneratif secara signifikan.
Dalam pendekatan risetnya, tim PRBBOT BRIN menerapkan strategi bioprospeksi berbasis sains, mulai dari koleksi spesimen laut, isolasi senyawa aktif, karakterisasi struktur kimia, hingga uji bioaktivitas in vitro dan in vivo.
Proses ini diperkuat dengan platform untargeted metabolomics untuk memahami profil kimia secara menyeluruh.
Dorong Transformasi Riset Bahan Alam Laut
Penelitian soal rumput laut sebagai bahan obat menjadi bagian dari upaya BRIN mendorong transformasi riset bahan alam laut menjadi solusi kesehatan masa depan.
“Inovasi bahan baku obat dari laut tidak hanya menjawab tantangan farmasi nasional. Inovasi juga membuka peluang besar bagi industri dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN, Indi Dharmayanti, dalam kesempatan yang sama mengutip laman BRIN.
Dia menggarisbawahi potensi strategis biota laut Indonesia, khususnya rumput laut, untuk riset farmasi modern.
“Dengan lebih dari 17 ribu pulau dan garis pantai terpanjang kedua di dunia, kita memiliki laboratorium hayati yang luar biasa. Dari spons, rumput laut, hingga mikroorganisme laut, semuanya menyimpan senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai agen terapi masa depan,” papar Indi.
Indonesia Belum Sepenuhnya Eksplorasi Kekayaan Laut
Indi menambahkan, Indonesia adalah negara megabiodiversitas yang belum sepenuhnya mengeksplorasi kekayaan lautnya.
Indi juga menekankan pentingnya pendekatan riset yang menjunjung tinggi prinsip keberlanjutan dan etika eksplorasi sumber daya hayati.
“Kita tidak hanya berbicara soal penemuan senyawa baru, tetapi juga bagaimana menjamin bahwa eksplorasi dilakukan secara bertanggung jawab. Tanpa merusak ekosistem laut,” ucapnya.
Menambahkan hal tersebut, Kepala PRBBOT BRIN, Sofa Fajriah, menyoroti pentingnya mengoptimalkan potensi laut Indonesia sebagai sumber bahan aktif alami untuk kebutuhan farmasi, nutraseutikal, dan pengobatan modern.
“Potensi ini besar, tapi belum tergali maksimal. Perlu riset lebih dalam dan sinergi antar pemangku kepentingan,” pungkasnya.