
ISU pergantian sejumlah Ketua DPD PDIP yang dikaitkan dengan 'pemecatan' dinilai sebagai persepsi keliru publik. Pengamat Politik, Sugiyanto menilai narasi tersebut karena minimnya pemahaman mengenai mekanisme internal partai politik, khususnya terkait aturan rangkap jabatan yang telah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP.
Ia mengatakan, masyarakat cenderung mengasosiasikan pergantian jabatan dengan konflik atau pemecatan. Padahal, fakta yang terjadi justru wujud kepatuhan terhadap aturan partai.
“Sebagai Ketua Umum, kewenangan konsolidatif Megawati Soekarnoputri bisa mudah dipersepsikan sebagai otoritarianisme, meski kenyataannya tidak demikian,” ujar Sugiyanto kepada awak media, Minggu (24/8).
Isu lain yang juga mengemuka adalah soal kembalinya Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP sejak 14 Agustus 2025, menggantikan posisi yang sebelumnya sempat dipegang langsung oleh Megawati pasca-sidang kongres.
Namun, menurut Sugiyanto, belum tentu ada tanda-tanda keretakan dalam tubuh PDIP akibat hal itu.
“Kembalinya Hasto lebih merupakan pelantikan formal dalam struktur baru hasil Kongres VI, bukan cerminan konflik internal. Hingga kini tidak ada informasi kredibel yang menyebut adanya friksi terkait posisinya,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa kepengurusan baru DPP dibentuk secara kolektif oleh Megawati pasca-Kongres VI dalam kerangka konsolidasi dan pembaruan organisasi.
Fokus utama PDIP, kata Sugiyanto, adalah pembaruan struktur, penegakan aturan AD/ART, serta menyiapkan kesiapan partai menghadapi Pemilu 2029.
“Semua langkah ini diarahkan agar partai lebih solid, terkoordinasi, dan siap menyukseskan Pilpres maupun Pileg 2029,” pungkasnya. (H-3)