Lampung Geh, Lampung Selatan - Pulau Sebesi, sebuah pulau yang terletak di Desa Tejang, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, dikenal sebagai pulau berpenghuni terdekat dengan Gunung Anak Krakatau.
Dari Dermaga Canti, perjalanan laut selama satu hingga dua jam membawa wisatawan ke Dermaga Tejang, sebuah desa yang tenang namun sarat cerita perjuangan warganya dalam mengembangkan pariwisata.
Pulau seluas 2.620 hektare dengan panjang garis pantai sekitar 19,55 kilometer ini menyimpan pesona laut biru, perbukitan hijau, hingga Gunung Sebesi setinggi 844 meter di atas permukaan laut.
Keindahan inilah yang menjadikannya magnet wisata, bahkan dijuluki “Banda Neira-nya Lampung”.
Namun, di balik lonjakan wisata Pulau Sebesi, ada kisah seorang anak muda bernama Ridwan (30), yang perlahan merangkai mimpinya bersama ombak dan wisata.
Dari Tak Bisa Berenang Hingga Jadi Guide
Ridwan adalah putra pertama dari Hayun (53), salah satu perintis wisata lokal di Pulau Sebesi. Usai lulus SMA pada usia 17 tahun, Ridwan justru merasa terpaksa mengikuti jejak ayahnya.
“Saya tidak ada cita-cita untuk bekerja seperti ini jadi guide, apalagi saya dulu tidak bisa berenang. Tapi bapak minta saya ikut mengawal tamu. Awalnya saya takut,” kenangnya.
Tak betah, Ridwan sempat mencoba berjualan makanan, lalu merantau ke Jakarta bekerja di proyek bangunan. Namun pekerjaan itu membuatnya tidak tahan lama.
Ia sempat bercita-cita menjadi polisi, tetapi gagal karena buta warna. Akhirnya, ia kembali ke Pulau Sebesi dan menekuni profesi guide.
Kesempatan datang ketika Pemkab Lampung Selatan merekrut delapan pemuda untuk dibina menjadi pemandu wisata. Dari sanalah Ridwan memperoleh sertifikat, belajar menyelam, dan akhirnya mahir berenang.
“Waktu lihat bapak kewalahan mengurus wisatawan, saya kasihan. Jadi saya kembali fokus, sampai akhirnya tahun 2015–2016 saya benar-benar serius meneruskan usaha orang tua,” ujarnya.
Jatuh Bangun Menghadapi Badai
Perjalanan membangun wisata di Pulau Sebesi tak selalu mulus. Saat letusan Anak Krakatau memicu tsunami Selat Sunda pada Desember 2018, aktivitas wisata lumpuh.
Belum pulih betul, pandemi Covid-19 datang dan membuat usaha wisata kembali vakum.
Ridwan pun mencari jalan lain untuk bertahan hidup. Bersama istrinya, mereka berjualan makanan secara online.