Mahasiswa asal Indonesia yang menempuh pendidikan di Belanda, Muhammad Athaya Helmi Nasution (19), meninggal dunia usai mendampingi kunjungan tertutup DPR, OJK, dan Bank Indonesia (BI) di Wina, Austria.
PPI Belanda dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan almarhum merupakan anggota PPI Groningen (salah satu kota di Belanda). Almarhum pada 25-27 Agustus 2025 tengah mendampingi kunjungan tertutup yang melibatkan DPR, OJK, dan Bank Indonesia.
"Menurut hasil otopsi forensik, almarhum suspected seizure kemungkinan besar mengalami heatstroke (sengatan panas) berkaitan dengan kurangnya cairan dan asupan nutrisi yang mengakibatkan electrolyte imbalances (ketidakseimbangan elektrolit) dan hypoglycemia (kadar gula darah turun di bawah kadar normal) hingga berujung pada stroke, setelah dari pagi hingga malam hari beraktivitas sebagai pemandu," kata PPI Belanda dalam keterangannya, dikutip Senin (8/9).
PPI Belanda mengatakan, saat almarhum meninggal pada 27 Agustus, tidak ada permintaan maaf atau pertanggungjawaban dan transparansi dari pihak event organizer (EO) maupun koordinator liaison officer (LO) kepada keluarga almarhum yang datang ke Wina untuk mengurus jenazah.
"Lebih lanjut, alih-alih mengunjungi tempat penginapan saat almarhum menghembuskan napas terakhir, acara kunjungan kerja terus bergulir di mana pihak EO justru terus sibuk mengurus persiapan acara makan-makan bersama pejabat publik di restoran," ujar PPI Belanda.
PPI Belanda juga menyebut tidak ada upaya dari pihak EO, koordinator LO, maupun pejabat publik yang hadir untuk menemui keluarga.
"Pihak keluarga juga menyampaikan adanya indikasi penutupan keterangan kegiatan apa dan siapa yang dipandu almarhum di Wina dari pihak EO," lanjut PPI Belanda.
Atas kejadian ini, PPI Belanda menyampaikan 8 poin pernyataan sikap. Berikut lengkapnya:
1. Menegaskan bahwa keterlibatan mahasiswa/i dalam memfasilitasi kunjungan pejabat publik di luar negeri berpotensi menempatkan mereka pada situasi yang tidak aman dan penuh risiko;
2. Menolak keras segala bentuk permintaan maupun praktik pemfasilitasan perjalanan dinas pejabat publik oleh mahasiswa/i, terlebih jika dilakukan tanpa kontrak resmi, perlindungan hukum, dan mekanisme yang jelas;
3. Mengimbau seluruh mahasiswa Indonesia di Belanda agar tidak menerima tawaran untuk memfasilitasi perjalanan pejabat publik, terutama yang datang melalui jalur pribadi atau jaringan pertemanan;
4. Mendorong agar setiap ajakan pemfasilitasan segera dilaporkan kepada PPI Belanda, baik melalui sosial media atau menghubungi pengurus PPI;
5. Menuntut akuntabilitas, transparansi, dan pertanggungjawaban dari pihak EO. Koordinator Liaison Officer harus segera merespons peristiwa meninggalnya almarhum;
6. Menuntut akuntabilitas dari KBRI Den Haag serta KBRI di berbagai negara lainnya untuk menghentikan pelibatan mahasiswa dalam kunjungan atau perjalanan pejabat publik di luar negeri tanpa koordinasi resmi dengan PPI. Sebagai perwakilan negara sudah seharusnya memberikan perlindungan dan keamanan untuk setiap WNI, termasuk pelajar Indonesia di Belanda;
7. Meminta kerja sama PPI di seluruh dunia untuk meningkatkan kewaspadaan dan mencegah keterlibatan mahasiswa dalam praktik serupa, agar tidak ada lagi korban di kemudian hari;