
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan temuan baru atas dugaan rasuah terkait penyelenggaraan dan pembagian kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). Negara ditaksir merugi triliunan.
"Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp1 triliun," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, hari ini.
Budi mengatakan, hitungan itu belum rampung karena penyidik masih menghitung kerugian negara dalam kasus ini. Hitungan pasti tergantung dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Hitungan internal KPK namun sudah didiskusikan juga dengan teman-teman di BPK, tapi masih hitungan awal. Tentu nanti BPK akan menghitung secara lebih detil lagi," ujar Budi.
Namun, KPK menegaskan hitungan Rp1 triliun lebih itu didasari analisa ilmiah. KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus.
"Jadi angka yang didapatkan dari hitungan awal adalah lebih dari Rp1 triliun," kata Budi.
Budi juga menyebut pihaknya terbuka mendalami informasi masyarakat terkait kasus ini. Salah satunya kabar adanya pungutan Rp75 juta per jamaah dari Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Sebelumnya, MAKI menyebut adanya pungutan liar (pungli) dalam kasus dugaan rasuah terkait penyelenggaraan dan pembagian kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). Ada sejumlah orang yang diduga mencari keuntungan sendiri sampai Rp75 juta untuk satu calon jamaah haji.
“Diduga ada pungli sebesar USD5 ribu, atau Rp75 juta, terhadap perjamaahnya, karena memang untuk berangkat haji itu antreannya panjang,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Metro TV, Senin, 11 Agustus 2025.
Boyamin mengatakan, pungutan itu diambil karena adanya tambahan kuota sebesar 20 ribu, yang diberikan Pemerintah Arab Saudi ke Indonesia. Tambahan biaya berupa pungli itu tetap dibayar jamaah haji karena lamanya antrean.
“Kalau haji plus tujuh tahun, kalau yang haji biasa bisa 20 sampai 30 tahun,” ucap Boyamin. (Can/P-1)