
Komisi II DPR masih terus mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi terkait penyelenggaraan pemilu ke depan. DPR menilai, ada potensi pelanggaran konstitusi bila tidak cermat dalam melaksanakan putusan ini.
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mempertanyakan sikap MK dalam memutuskan perkara ini. Dia menilai, ada norma yang dilampaui MK.
Rifqi menilai, MK lahir dalam konsep negative legislature. Mereka hanya memutuskan apakah aturan ini konstitusional atau tidak. Bila tidak, diserahkan kembali ke pembuat undang-undang untuk merevisi.
"Nah sekarang MK itu memposisikan diri sebagai positive legislature. Jadi bukan hanya mengatakan bahwa ini inkonstitusional tapi dia bikin norma sendiri," kata Rifqi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6).
"Nah kalau kemudian ini terus terjadi, maka kemudian kita kan tidak akan menghasilkan satu demokrasi konstitusional dan negara hukum yang baik," tambah dia.

Potret itu tergambar dalam putusan terhadap pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah. Dalam putusannya, MK sudah langsung memutuskan pemilu nasional--Pilpres, DPD, dan DPR--digelar serentak.
Kemudian, pemilu daerah--Pilkada, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten--digelar paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan pejabat.
Politikus NasDem itu mengatakan, MK pernah memberikan guidance melalui putusannya nomor 55 tahun 2019. Isinya memberikan pilihan 6 model keserentakan pelaksanaan pemilu.
Berdasarkan putusan itu, MK memberi kewenangan kepada DPR untuk memilih dan menentukan satu dari 6 model yang telah disediakan.
Berikut 6 opsi yang diberikan MK kepada DPR:
Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD.
Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota.
Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota.
Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden. Beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Wali Kota.
Pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden. Beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilu serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur. Kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Wali Kota.
Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.
Belum lagi, dalam amandemen UUD 1945, pemilu harus dilaksanakan 5 tahun sekali secara demokratis. Tapi, MK dalam putusannya, sudah menyebutkan pemilu dilakukan dengan pemilihan langsung.
Padahal, demokratis tidak serta merta diartikan sebagai pemilihan langsung.
"Nah sekarang kami sedang mau revisi, kan pemilunya juga masih lama, 2029 kok tiba-tiba MK menetapkan sendiri salah satu daripada itu," ujar dia.

Karena itu, Rifqi sudah bertemu dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan sejumlah pimpinan komisi terkait untuk membahas lebih dalam soal putusan MK ini. Sebab, ada banyak hal yang harus dicermati.
"Betul-betul kita kaji yang kali ini. Karena kita juga tidak mau sekonyong-konyong melaksanakan tapi kemudian justru dalam pelaksanaan itu kita berpotensi untuk kemudian melanggar aturan," kata Rifqi.
"Jadi izinkan kami sedang melakukan pendalaman yang serius. DPR ini kan juga banyak pakar hukum, banyak orang yang belajar hukum, banyak orang yang mengerti tentang teori-teori konstitusi. Jadi izinkan kami juga sedang mempelajarinya Untuk kebaikan kita semua bangsa ini," ucap dia.