
Kejaksaan Agung mengungkap adanya perintah dari Nadiem Makarim terkait pemilihan Chromebook dalam program Digitalisasi Pendidikan. Perintah tersebut disampaikan oleh Nadiem dalam kapasitasnya sebagai Mendikbudristek.
Hal tersebut terungkap saat Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan peran dari salah satu tersangka di kasus pengadaan laptop itu. Tersangka itu adalah stafsus Nadiem, Jurist Tan.
Mulanya, pada Desember 2019, Jurist mewakili Nadiem membahas teknis pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek bersama Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Pengadaan yang dibahas saat itu menggunakan ChromeOs atau Chromebook.
Pada Februari dan April 2020, Nadiem bertemu dengan pihak Google dan membicarakan proyek pengadaan laptop itu. Selanjutnya, pembicaraan teknis dilakukan oleh Jurist, termasuk soal co-investment 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek jika jadi menggunakan Chromebook.
"Selanjutnya Tersangka JT menyampaikan co-investment 30% dari Google untuk Kemendikbudristek apabila pengadaan TIK Tahun 2020-2022 menggunakan ChromeOs," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers, Selasa (15/7).
Hal tersebut kemudian disampaikan oleh Jurist dalam rapat-rapat yang dihadiri Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulatsyah; dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih. Mulatsyah dan Sri Wahyuningsih juga merupakan tersangka di kasus ini.
Kemudian pada 6 Mei 2020, Jurist bersama para tersangka zoom meeting dengan Nadiem. Dalam zoom meeting tersebut, disampaikan progres pengadaan laptop. Kemudian muncul perintah dari Nadiem untuk akhirnya menggunakan Chromebook.
Padahal, saat itu, pengadaan laptop belum dilaksanakan, tetapi perintah Nadiem sudah dikeluarkan.
"Dalam rapat zoom meeting yang dipimpin oleh NAM (Nadiem) yang memerintahkan agar melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020-2022 menggunakan ChromeOs dari Google sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan," ucap Qohar.
Ada satu tersangka lain dalam kasus ini yakni Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief. Dia termasuk orang yang mengatur soal pemilihan ChromeOs. Sehingga total ada empat tersangka yang dijerat, sementara Nadiem saat ini masih berstatus saksi.
Akhirnya, Kemendikbudristek melaksanakan program Digitalisasi Pendidikan dengan pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di Indonesia, termasuk di daerah 3T. Anggarannya mencapai Rp 9,3 triliun.
Pengadaan laptop ini dipilih menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Padahal, Chromebook banyak kelemahan jika dioperasikan pada daerah 3T, termasuk harus ada internet. Sehingga, penggunaannya tidak optimal.
Di sisi lain, diduga juga ada ketidaksesuaian harga dalam pengadaan tersebut. Negara diduga mengalami kerugian Rp 1,98 triliun.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Belum ada tanggapan atau komentar dari para tersangka terkait penetapan oleh Kejagung tersebut.
Kejagung belum membeberkan apakah ada keuntungan pribadi yang diterima para tersangka terkait dengan pengadaan proyek laptop ini.