
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusulkan ada revisi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan untuk mempertegas berbagai aturan terkait aktivitas di laut, termasuk perizinan pemanfaatan ruang laut atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan langkah tersebut diambil sebagai respons atas banyaknya pelaku usaha yang belum mengantongi izin tersebut. Ia menegaskan pentingnya kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang laut.
“Nanti kemudian bisa kita ajukan menjadi sebuah rujukan perubahan undang-undang (terkait perizinan ruang laut),” ujar Trenggono dalam Rapat Kerja KKP terkait Tata Ruang Laut di Jakarta Pusat, Selasa (15/7).
Trenggono akan terus memberikan dukungan terhadap pemanfaatan ruang laut yang memang ditujukan untuk pengembangan ekonomi. Namun, apabila ruang laut yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan yang berpotensi merusak, maka pemerintah akan memberikan sanksi.
“Sanksinya (bisa) ditutup (aktivitasnya). Denda dulu, setelah denda kemudian mereka proses perizinan. Tetapi apabila wilayahnya kemudian itu (ternyata) zona konservasi, tentu itu sama sekali tidak boleh. Harus kembalikan ke fungsi konservasi,” jelas Trenggono.
Trenggono mencontohkan kasus penyegelan sebuah resor di Kepulauan Anambas, yang dilakukan oleh jajaran pelaku usaha yang tidak memiliki izin KKPRL. Setelah diverifikasi bahwa wilayah tersebut memang terbuka untuk pengembangan ekonomi, pengelola resor dikenakan denda dan diwajibkan melakukan proses pengizinan.
Selain memperkuat regulasi, Trenggono juga menyatakan pihaknya tengah mengembangkan sistem pemantauan melalui teknologi Ocean Big Data untuk mendeteksi aktivitas di laut yang belum melaporkan izin ke Kementerian terkait.
“Ocean Big Data ini sekarang kita tujuannya memonitor aktivitas di laut yang bisa kita deteksi,” ungkap Trenggono.
Selain itu, Trenggono juga menyoroti peluang ekonomi dari konservasi laut, terutama melalui skema perdagangan karbon. Ia menjelaskan ke depannya setiap industri baik dari dalam maupun luar negeri akan diwajibkan mengompensasi emisi karbondioksida (C02) yang mereka hasilkan melalui skema karbon tersebut.
Untuk itu, ia menekankan revisi UU Kelautan akan terus didorong untuk mendukung potensi ekonomi, serta mempertegas regulasi hukum dalam aktivitas laut.
“Nanti berikutnya tentu kita akan bisa bicara secara khusus, untuk kemudian kita mengajukan kepada Komisi IV DPR RI. Nanti diinisiasi untuk mungkin di Undang-Undang Kelautan ada yang harus kita ubah, supaya bagaimana manfaat ya ini bisa turun kepada daerah,” tutur Trenggono.