Ilustrasi Kota Yerusalem dalam sebuah lukisan.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam bahasa Arab "sumud" berarti keteguhan, ketabahan dan ketegaran. Namun bagi Palestina sumud bukan sekadar sikap mental, melainkan falsafah hidup dan strategi perlawanan, samud adalah rahasia eksistensi mereka.
Bangsa Palestina juga meyakini bahwa penjajahan tidak akan abadi, sejarah mencatat penjajah akan pergi, begitu pula Israel. Keyakinan tersebut dikuatkan oleh sabda Nabi Muhammad SAW.
Direktur Baitul Maqdis Institute, Ustaz Fahmi Salim mengatakan, sejak tragedi Nakbah 1948, bangsa Palestina belajar bahwa siapapun yang terusir akan menjadi pengungsi abadi. Sebaliknya, siapa yang bertahan, meski di bawah puing, tetap memiliki hak atas tanahnya.
"Inilah sebabnya banyak keluarga lebih memilih hidup di reruntuhan rumah ketimbang pindah ke pengungsian, seorang ibu di Gaza pernah berkata: Kami bisa hidup tanpa listrik, tanpa makanan, bahkan tanpa rumah. Tapi kami tidak bisa hidup tanpa tanah kami," kata Ustaz Fahmi kepada Republika, Ahad (7/9/2025)
Ustaz Fahmi menerangkan bahwa pernyataan itu menggambarkan inti dari sumud, yakni martabat lebih tinggi daripada kenyamanan.
Sumud juga telah menjadi budaya kolektif. Lagu-lagu perjuangan, puisi Mahmoud Darwish, mural di tembok Gaza, hingga aroma roti za’atar semuanya adalah perlawanan sunyi. Anak-anak Palestina tumbuh dengan pesan: Jangan tinggalkan tanah ini, walau sejengkal.