
CHIEF Economist Permata Bank Josua Pardede mengungkapkan persoalan validitas data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi triwulan II sebesar 5,12%. Pada 19 Agustus lalu, Josua bersama para ekonom lain menghadiri pertemuan dengan BPS dan Bappenas untuk membahas transparansi metodologi dan triangulasi data PDB, sekaligus reading ekonomi Triwulan II-2025.
Dari data yang disampaikan BPS, katanya, angka 5,12% terkonfirmasi oleh indikator pendukung. Misalnya ekspor turunan CPO menguat secara year-on-year, antara lain minyak goreng yang meningkat secara nilai 109,8% dan volume 87,6%. Kemudian margarin nilainya naik 318,6% dan volume naik 140,1% yoy.
Lalu kenaikan pada ekspor bahan antara berbasis sawit naik (sulphated fatty alcohol nilai +60,6% yoy; glycerol nilai +65,8% yoy). Selanjutnya hilirisasi nikel mendorong ekspor feronikel (+23,5% nilai dan +12,9% volume yoy), dan nickel oxide sinters (+24,6% nilai dan +24,1% volume yoy).
Transportasi-pergudangan juga tumbuh 8,52% yoy dengan dukungan kenaikan pengiriman kargo (total +9% yoy; luar negeri +13%; domestik +6%).
Josua juga menyampaikan bahwa dikotomi “sampel vs sensus” terkait validitas angka pertumbuhan 5,12% (yoy) pada Q2-2025 kurang menggambarkan praktik BPS yang sesungguhnya hybrid.
Dalam hal ini, survei berbasis sampel dipadukan dengan data administratif berskala luas, lalu diseimbangkan dalam kerangka SNA-2008 dan supply-use balancing agar sisi produksi dan pengeluaran konsisten. "Perluasan cakupan (termasuk KEK) dan penguatan data triangulation, bukan perubahan metode yang membatalkan hasil," ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (27/8).
Ia menyebut memang ada nuansa mixed pada basis kuartalan. Misalnya nilai ekspor minyak goreng q-to-q sedikit turun saat volumenya naik, atau volume nickel oxide sinters q-to-q sedikit negatif. Namun, sinyal yoy tetap kuat dan konsisten dengan pertumbuhan sekitar 5%.
"Dengan demikian, angka 5,12% Q2 valid sebagai statistik resmi, sementara perluasan pencatatan (termasuk KEK) adalah quality upgrade prospektif yang meningkatkan presisi level dan distribusi sektoral/spasial," paparnya.
Pada kesempatan berbeda, Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman menyebut publik memang tidak melihat data sebanyak yang disurvei BPS. Misalkan untuk belanja di sektor-sektor tertentu yang tidak terlihat datanya secara publik, tapi BPS tetap mensurvei, sehingga BPS bisa mengetahui kondisi sebenarnya.
"Tapi setidaknya mungkin, kalau kita lihat di kuartal dua sempat ada stimulus dari pemerintah untuk rumah tangga. Dugaan saya itu membantu menopang pertumbuhan konsumsi di kuartal kedua, sehingga tidak turun dibandingkan kuartal pertama," kata Helmi.
Sebelumnya dalam konferensi pers Permata Institute for Economic Research (PIER) secara daring, baru-baru ini, Josua menyebut capaian pertumbuhan ekonomi triwulan Il 2025 didorong oleh penguatan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) dan konsumsi rumah tangga, meskipun belanja pemerintah masih mengalami kontraksi.
"Pertumbuhan di atas ekspektasi ini mencerminkan ketahanan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global. Investasi swasta, khususnya pada mesin dan peralatan, melonjak signifikan, sejalan dengan meningkatnya impor barang modal dan percepatan sejumlah proyek infrastruktur," ujarnya.
Di sisi lain, konsumsi rumah tangga juga tetap solid, didukung oleh momentum Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% yoy. Capaian itu sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya, terutama pada sektor transportasi & komunikasi, makanan & minuman, serta restoran & hotel.
Sebelumnya, BPS mencatat ekonomi Indonesia pada triwulan II tahun 2025 tumbuh 5,12% secara year-on-year. Sementara bila dibandingkan dengan triwulan I 2025 tumbuh sebesar 4,04%.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud menyebut ekonomi Indonesia berdasarkan besaran produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II 2025 atas dasar harga berlaku sebesar Rp5.947 triliun, dan atas dasar harga konstan sebesar Rp3.396,3 triliun.
“Jika dilihat dari sumber pertumbuhan pada triwulan II 2025, industri pengolahan menjadi sumber pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar 1,13%,” ungkapnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/8).
Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh lapangan usaha perdagangan dengan sumber pertumbuhan 0,70%, informasi dan komunikasi dengan sumber pertumbuhan 0,53%, serta konstruksi dengan sumber pertumbuhan 0,47%.
Dari sisi pengeluaran, pada triwulan II tahun 2025 secara year-on-year seluruh komponen mengalami pertumbuhan positif kecuali konsumsi pemerintah.
Komponen pengeluaran yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB adalah konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 54,25%. Pada triwulan II tahun 2025, komponen ini tumbuh cukup kuat yakni sebesar 4,97%.
“Hal ini mengindikasikan masih kuatnya permintaan domestik,” kata Edy.
Selain itu, komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB triwulan II tahun 2025 sebesar 27,83%. Dengan demikian, 82,08% PDB triwulan II berasal dari konsumsi rumah tangga dan PMTB.
“Jika dilihat dari sumber pertumbuhan pada triwulan II 2025, konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar 2,64% dari 5,12% pada pertumbuhan ekonomi di triwulan II, serta komponen PMTB dengan sumber pertumbuhan 2,06%,” paparnya.
Konsumsi rumah tangga terus tumbuh seiring meningkatnya belanja kebutuhan primer dan mobilitas rumah tangga. Kebutuhan bahan makanan dan makanan jadi meningkat karena aktivitas pariwisata selama periode libur hari besar keagamaan nasional dan hari libur sekolah.
Mobilitas masyarakat yang meningkat mendorong peningkatan konsumsi untuk transportasi dan restoran.
Sementara PMTB tumbuh didorong oleh investasi swasta dan pemerintah, belanja modal pemerintah pada triwulan 2025 tumbuh 30,37% secara year-on-year, terutama pada komponen mesin dan peralatan. (E-4)