Liputan6.com, Jakarta - Keamanan data pasien menjadi salah satu aspek terpenting dalam sistem kesehatan di rumah sakit. Data ini harus dijaga ketat agar tidak bocor atau disalahgunakan pihak yang tidak bertanggung jawab.
Untuk memastikan hal itu, EMC Healthcare menempuh langkah unik. Grup rumah sakit ini berani merekrut hacker atau peretas profesional guna menguji celah keamanan sistem mereka.
"Data kesehatan itu konon lebih berharga daripada data keuangan. Itu yang benar-benar kami jaga agar celah keamanan bisa diminimalkan atau bahkan dihilangkan," kata IT Director EMC Healthcare, Wildan A Djohany, saat ditemui di Asia Healthcare Summit 2025 di Jakarta.
Wildan menjelaskan bahwa pihaknya rutin melakukan peningkatan sistem keamanan informasi. Salah satunya dengan melakukan penetration test, yakni simulasi serangan hacker yang sebenarnya dilakukan oleh peretas yang direkrut EMC.
Tujuannya, untuk menemukan kelemahan sistem dan segera memperbaikinya. "Kami pura-pura diserang hacker. Hacker itu sebenarnya kami hire (rekrut) untuk mencari kelemahan sistem kami," ujarnya.
Selain fokus pada keamanan data, EMC juga memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan kualitas layanan pasien.
Selama dua pekan terakhir, EMC telah menggunakan teknologi InterSystems IntelliCare™, sebuah sistem rekam medis elektronik berbasis AI.
"InterSystems IntelliCare™ adalah sistem informasi rumah sakit yang sudah dilengkapi AI. Kami cukup bangga, karena EMC menjadi rumah sakit pertama di dunia yang menerapkan IntelliCare," ujar Wildan.
Langkah ini diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang lebih optimal sekaligus menjaga kepercayaan pasien terhadap keamanan data mereka.
Siapa bilang operasi lutut adalah hal menakutkan, dengan teknologi robotik paling mutakhir, sekarang pasien yang menjalani operasi lutut bahkan besok sudah bisa berjalan lagi. Rumah Sakit EMC Alam Sutera, Tangerang Selatan, jadi rumah sakit pertama d...
Permudah Dokter Cari Data Pasien
Dengan sistem berbasis AI ini, tambah Wildan, pihak rumah sakit bisa mengakses rekam medis pasien dengan mudah. Sebelum penggunaan AI, dokter kesulitan dan banyak mengklik sana-sini untuk mendapatkan data yang diminta.
"Dengan AI, dokter bisa menanyakan hal yang dia perlukan mengenai rekam medis pasien itu seperti menggunakan ChatGPT. Misalnya, 'Tolong informasikan hasil lab pasien dua bulan terakhir untuk gula darah'. Jadi, dokter bisa melakukan prompting di dalam sistem sehingga dokter bisa lebih cepat mengakses data pasien," ujarnya.
Wildan tak memungkiri bahwa penggunaan AI apalagi di dunia kesehatan memang harus tepat. Hasil jawaban dari AI akan sangat menentukan bagi dokter dalam melakukan tindakan berikutnya.
Dia menilai InterSystem sebagai pengembang AI global telah sangat berhati-hati dalam menciptakan IntelliCare™. "Mereka tidak menggunakan konteks di luar data yang sudah kita sediakan," ujarnya.
Wildan menyampaikan bahwa EMC baru menggunakan IntelliCare™ sejak 18 Agustus 2025. "Jadi, baru sekitar dua minggu, tapi kita sudah mulai, sudah ada beberapa dokter yang sudah kita kasih otoritas untuk bisa mengakses yang namanya asisten klinis yang seperti chat GPT tadi. Ada juga AI yang sifatnya merekam percakapan," katanya.
"Jadi ketika dokter dan pasien itu melakukan konsultasi, apa yang diucapkan dokter dan pasien akan direkam (dengan perangkat ponsel pintar) dan rekaman ini akan sekaligus masuk ke dalam EMR (Electronic Medical Records) pasien. Juga kalau dokter mau meresepkan pasien, apa yang dokter katakan itu bisa langsung masuk ke halaman order di sistem," tambahnya.
Dengan demikian, dokter bisa lebih fokus ke pasien ketimbang mencatat keluhan-keluhan secara manual dalam proses asesmen.
AI Tak Gantikan Peran Dokter
Medical Informatics EMC Healthcare, dr. Bella Desra Andae, mengatakan bahwa dalam sistem pelayanan, ada dua pekerjaan utama yang paling sering dilakukan dokter. Menginput asesmen pasien serta meninjau kembali data yang sudah dimasukkan untuk menganalisis kondisi pasien dan penyakit yang dialaminya.
Namun, digitalisasi sistem kesehatan tidak serta-merta membuat pendataan berjalan rapi secara otomatis. Faktanya, banyak dokter masih direpotkan dengan proses mengetik dan menyimpan data ke dalam sistem.
Keluhan itu akhirnya disampaikan ke pengembang aplikasi berbasis AI, InterSystems. Dari sinilah lahir sistem rekam medis elektronik berbasis AI.
"Awalnya dokter skeptis terhadap AI karena berpikir AI bisa menggantikan peran mereka. Tapi ternyata AI yang kami kembangkan bersama InterSystems hanyalah supporting tool, alat pendukung yang membantu dokter menyelesaikan dua pekerjaan utama tadi," kata dr. Bella.
AI ini berfungsi untuk memudahkan input data lewat perekaman, sekaligus membantu meninjau ulang data.
"Alih-alih harus banyak mengklik hanya untuk melihat data pasien, sekarang dokter cukup bertanya ke AI, misalnya soal hasil laboratorium terakhir, dan AI bisa merangkum semuanya. Jadi, AI ini benar-benar menjadi asisten dokter, bukan pengganti," tambahnya.
Hemat Waktu Dokter
Dalam kesempatan yang sama, Vice President Healthcar...