Beijing (ANTARA) - Pemerintah China mengucapkan selamat atas terpilihnya Anutin Charnvirakul sebagai Perdana Menteri ke-32 Thailand.
"Chulina mengucapkan selamat kepada Anutin Charnvirakul karena terpilih Perdana Menteri Thailand," demikian termuat dalam laman Kementerian Luar Negeri China seperti diakses ANTARA di Beijing, Sabtu.
Anutin Charnvirakul dari Partai Bhumjaithai yang berhaluan konservatif terpilih sebagai Perdana Menteri ke-32 Thailand setelah mengalahkan pesaingnya dari Partai Pheu Thai, Chaikasem Nitisiri, Jumat (5/9).
Anutin berhasil mendapat dukungan 311 suara dari 500 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Thailand, melampaui ambang batas suara yang dibutuhkan untuk terpilih menjadi perdana menteri. Sementara, Chaikasem hanya mendapat 152 suara, dan 27 anggota lainnya abstain.
"China dan Thailand adalah negara tetangga yang dekat dan bersahabat, dan ikatan antara China dan Thailand tetap abadi," demikian disebutkan.
Tahun ini merupakan peringatan 50 tahun terjalinnya hubungan diplomatik antara China dan Thailand.
"China siap bekerja sama dengan Thailand untuk memperetat persahabatan, memperkuat komunikasi strategis, memperdalam kerja sama praktis, dan memajukan hubungan yang lebih dalam dalam membangun komunitas China-Thailand untuk masa depan bersama sehingga berkontribusi positif bagi perdamaian, stabilitas dan kemakmuran kawasan," ucap laman tersebut.
Anutin, pewaris perusahaan konstruksi besar di Thailand, sebelumnya menjabat sebagai menteri kesehatan masyarakat pada 2019-2023, kemudian menjadi wakil perdana menteri dan menteri dalam negeri pada 2023 hingga Juni 2025.
Perannya sebagai menteri kesehatan dalam menanggulangi pandemi COVID-19 serta dukungannya terhadap legalisasi ganja pada 2022 membuatnya populer di mata masyarakat Thailand.
Sebelumnya, politisi berusia 58 tahun itu memulai karir politiknya di Partai Thai Rak Thai yang didirikan oleh mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra.
Pemilihan PM baru diselenggarakan DPR Thailand usai Mahkamah Konstitusi secara resmi memecat Paetongtarn Shinawatra dari jabatannya sebagai perdana menteri.
Mahkamah Konstitusi mendapati Paetongtarn melanggar kode etik usai mengkritik petinggi militer senior Thailand dalam panggilan telepon bersama pemimpin Kamboja Hun Sen di tengah ketegangan perbatasan.
Selasa lalu, Paetongtarn melayangkan gugatan atas putusan tersebut.
Peristiwa ini menjadi rangkaian baru ketegangan politik Thailand yang bermuara dari gesekan antara pemerintahan terpilih dan institusi pengadilan sejak pelengseran Thaksin Shinawatra dari jabatan perdana menteri pada 2006.
Baca juga: China dukung gencatan senjata resmi Thailand dan Kamboja
Baca juga: Perusahaan Thailand pesan 500 pesawat eVTOL buatan China
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.