
Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Chusnul Khotimah, membeberkan dua komponen yang menjadi perhitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Nilai kerugian di kasus itu mencapai Rp 578 miliar.
Hal tersebut diungkapkan Chusnul saat dihadirkan sebagai ahli oleh jaksa penuntut umum dalam lanjutan sidang Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/6).
“Dengan total kerugian keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47,” kata Chusnul Khotimah di hadapan majelis hakim.

Ia menjelaskan, bahwa total kerugian tersebut dihitung menggunakan dua pendekatan: metode kemahalan harga dan metode kekurangan pembayaran bea masuk serta pajak dalam rangka impor (PDRI).
“Sehingga di sini total penghitungan kerugian keuangan negara, berdasarkan metode yang kami gunakan, ada dua metode yaitu kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) dalam pengadaan GKP (Gula Kristal Putih) untuk penugasan stabilisasi harga dan OP dan juga metode dua, kekurangan biaya masuk dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor),” ujarnya.
Chusnul lalu merincikan jumlah kerugian dari masing-masing metode tersebut. Dari kemahalan harga, kerugian yang dihitung mencapai Rp 194,7 miliar. Sementara dari kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI, nilainya lebih besar, yaitu sekitar Rp 383,3 miliar.
“Tadi ahli punya rinciannya ahli untuk berapa sih kerugian di kemahalan harga ataupun kerugian dari kekurangan pembayaran bea masuk atau PDRI?” tanya jaksa dalam sidang.
“Untuk kemahalan harga dari Rp 578 (miliar) itu di angka Rp 194.718.181.818,19, kemudian untuk kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI di Rp 383.387.229.804,28,” jawab Chusnul.
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melakukan korupsi importasi gula yang disebut merugikan negara hingga Rp 578,1 miliar. Atas perbuatannya, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Namun di sisi lain, Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf, menyatakan keberatan atas dakwaan jaksa.
"Bahkan dalam dakwaan, terdakwa Thomas Trikasih Lembong dipaksa untuk bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain," kata Ari Yusuf saat membacakan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3).
"Hal ini menunjukkan jaksa penuntut umum sesungguhnya telah error in persona dalam perkara ini," imbuhnya.
Ari menyebut, kasus korupsi yang menjerat kliennya sebagai tersangka terkesan dipaksakan oleh Kejaksaan Agung.
"Kasus ini jelas-jelas dipaksakan untuk menjerat terdakwa secara sewenang-wenang karena pasal-pasal dalam undang-undang yang dituduhkan untuk menjerat terdakwa tidak ada sama sekali yang terkait dengan Undang-Undang Tipikor, sebagaimana lex specialis," ungkapnya.