WAKIL Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni kembali menjadi sorotan publik setelah menanggapi wacana pembubaran lembaga legislatif.
Politikus Partai NasDem itu menyebut kritik yang meminta pembubaran DPR sebagai sesuatu yang berlebihan dan bahkan melabeli pihak yang menggaungkan wacana tersebut sebagai “orang tolol”.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Apakah dengan membubarkan DPR emang meyakinkan masyarakat bisa menjalani proses pemerintahan sekarang ini, belum tentu,” ujar Sahroni usai kunjungan kerja di Sumatera Utara, Jumat, 22 Agustus 2025 berdasarkan laporan dari Tempo.
Ia menambahkan kritik sah-sah saja, namun meminta agar tidak sampai mencaci maki. Pernyataan tersebut kemudian ramai diperbincangkan di media sosial X dan menjadikan nama Ahmad Sahroni trending.
Sahroni mengunggah satu foto di akun Instagram pribadinya @ahmadsahroni88. Foto yang diunggah menampilkan gambar sosok pria mengenakan topeng anonim dengan teks narasi "Makin banyak orang tolol yang bangga akan ketololannya."
Sejumlah warganet menilai bahwa kritik “bubarkan DPR” merupakan ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap kinerja parlemen yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Kontroversi Ahmad Sahroni hanyalah satu dari sederet blunder komunikasi pejabat di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Berikut merupakan beberapa pernyataan pejabat publik yang sempat menuai polemik.
Hasan Nasbi soal Teror Kepala Babi: Dimasak Saja
Pada 21 Maret 2025, redaksi Tempo menerima teror berupa kepala babi. Namun alih-alih mengecam keras intimidasi terhadap kebebasan pers, Kepala Kantor Komunikasi Presiden Hasan Nasbi justru berkata santai agar kepala babi tersebut dimasak saja.
Pernyataan itu dinilai tak pantas keluar dari mulut pejabat negara, apalagi juru bicara pemerintah yang semestinya mewakili suara presiden. Mantan Jubir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dino Patti Djalal, menegaskan komunikasi publik seharusnya meredakan ketegangan, bukan memperkeruh situasi.
Immanuel Ebenezer: Mau Kabur, Jangan Balik Lagi
Fenomena tagar #KaburAjaDulu di media sosial, yang berisi ajakan anak muda mencari pekerjaan di luar negeri, sempat viral pada Februari 2025.
“Mau kabur, kabur aja lah. Kalau perlu jangan balik lagi.” ujar Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Immanuel Ebenezer saat dimintai tanggapan mengenai fenomena ini.
Pernyataan itu menuai kritik karena dianggap merendahkan aspirasi rakyat. Politikus PDIP Guntur Romli menilai Noel seharusnya lebih bijak. Menurutnya, #KaburAjaDulu adalah ekspresi kekecewaan atas minimnya lapangan pekerjaan di dalam negeri.
Kepala BGN Dadan Hindayana: Timnas Indonesia Sulit Menang Karena Kurang Gizi
Maret 2025, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana membuat heboh dengan mengaitkan kekalahan Timnas Indonesia di kancah internasional dengan masalah gizi. Ia menilai para pemain lokal kesulitan bermain 90 menit penuh karena gizinya tidak bagus, dan banyak pemain bola lahir dari kampung.
Meski mengakui adanya kemajuan, Dadan menyebut keberhasilan Timnas lebih disokong pemain keturunan Belanda yang telah mengonsumsi produk makan bergizi di negeri Belanda.
Pernyataan itu memicu kekecewaan. Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani menegaskan Dadan sebaiknya fokus pada Program Makan Bergizi Gratis ketimbang melontarkan komentar yang dianggap merendahkan atlet nasional.
KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak soal Kritikus RUU TNI: Otak Kampungan
Kepala Staf TNI AD Jenderal Maruli Simanjuntak pada Maret 2025 menanggapi penolakan publik terhadap RUU TNI dengan menyebut kekhawatiran itu sebagai “otak kampungan”. Menurutnya, isu kembalinya dwifungsi TNI hanyalah cara menyerang institusi militer.
Aktivis HAM Usman Hamid menilai diksi kampungan menstigma suara kritis rakyat. Ia menegaskan kosakata itu bermakna negatif, identik dengan terbelakang atau kurang ajar, dan tidak semestinya diucapkan pejabat tinggi TNI.
Wamenag Romo HR Muhammad Syafii: THR Ormas Disebut Budaya
Blunder lain datang dari Wakil Menteri Agama Romo HR Muhammad Syafii. Dilansir dari laman resmi Kemenag Sumbar, pada Maret 2025, ia menyebut kebiasaan organisasi masyarakat meminta Tunjangan Hari Raya (THR) ke pengusaha sebagai bagian dari budaya.
Pernyataan ini menuai kontroversi karena dianggap melegitimasi praktik paksa minta THR. Meski kemudian memberi klarifikasi bahwa yang dimaksud adalah tradisi saling memberi di hari Lebaran, ucapan awalnya sudah telanjur menimbulkan polemik di ruang publik.
Dari Ahmad Sahroni hingga Hasan Nasbi, dari Noel Ebenezer hingga Dadan Hindayana, pola yang muncul serupa: komunikasi pejabat publik justru menyinggung, bukan merangkul. Alih-alih meredam keresahan, pernyataan mereka kerap memperuncing kemarahan publik.
Seperti ditegaskan mantan Jubir Presiden Joko Widodo, Johan Budi, ucapan pejabat publik bukanlah opini pribadi melainkan representasi pemerintah. Karena itu, setiap kata yang keluar mestinya dipilih dengan hati-hati.