REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat Andhika Surya Gumilar menyoroti masih tingginya ketimpangan akses pendidikan menengah di sejumlah daerah Jawa Barat. Hal itu ia ungkapkan setelah mencermati Rancangan Akhir RPJMD Jabar 2025–2029 yang menyebut masih ada puluhan kecamatan belum memiliki sekolah menengah atas maupun kejuruan.
Menurut Andhika, kondisi tersebut mencerminkan masih belum meratanya pelayanan dasar pendidikan di Jabar. Padahal, kebutuhan untuk memperluas kesempatan sekolah sangat mendesak, mengingat jumlah penduduk usia produktif di Jawa Barat terus meningkat.
“Kita menemukan fakta ada 14 kecamatan tanpa SMA/SMK sama sekali, dan 128 kecamatan tidak memiliki SMA/SMK negeri. Artinya, ada ribuan anak didik yang kesulitan melanjutkan sekolah hanya karena persoalan akses,” ujar Andhika kepada Republika.co.id, Rabu (5/8/25).
Ia menilai, permasalahan tersebut harus segera menjadi perhatian serius Pemprov Jabar. Sebab, kebutuhan ruang kelas juga masih sangat tinggi. Data RPJMD menyebutkan kebutuhan ruang kelas baru cukup banyak sekali untuk memenuhi standar ideal.
“Kalau tidak dikejar sejak awal saat menjalankan PJMD ini, maka ketimpangan akan makin lebar, terutama di wilayah perdesaan dan pinggiran,” kata Andhika.
Selain infrastruktur sekolah, Andhika juga menekankan pentingnya pemerataan guru berkualitas. Menurutnya, distribusi tenaga pendidik belum seimbang sehingga menimbulkan kesenjangan mutu pendidikan antarwilayah. Ia berharap kebijakan rekrutmen dan redistribusi guru dilakukan lebih berpihak pada daerah dengan kekurangan tenaga pengajar.
Andhika menegaskan, pembangunan pendidikan bukan sekadar mengejar angka partisipasi sekolah, tetapi harus menjamin setiap anak di Jabar memiliki kesempatan yang sama.
“Jawa Barat dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia tidak boleh gagal memastikan akses pendidikan yang merata. Ini fondasi utama membangun SDM unggul,” ucap dia.