
KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap bos perusahaan private jet, Gibrael Isaak. Pemeriksaan itu terkait kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang terkait Dana Penunjang Operasional dan Program Peningkatan Pelayanan Kedinasan Kepala Daerah Provinsi Papua tahun 2020–2022.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo, menyebut bahwa pemanggilan saksi itu untuk mendalami dugaan pembelian private jet yang berasal dari dana hasil korupsi kasus tersebut.
"Hari ini, KPK memanggil saksi atas nama Gibrael Isaak (GI) seorang WNA Singapura, [selaku] pengusaha maskapai pribadi, untuk didalami terkait dengan pembelian atas pesawat private jet tersebut," ujar Budi kepada wartawan, Kamis (12/6).
Belum ada tanggapan atau komentar dari Gibrael terkait pemanggilan yang dilakukan KPK tersebut. Termasuk mengenai adanya pembelian jet pribadi.

Sementara itu, Budi menyebut bahwa pihaknya menduga aliran dana hasil korupsi kasus tersebut digunakan untuk membeli pesawat private jet.
"Penyidik menduga aliran dana dari hasil tindak pidana korupsi tersebut salah satunya digunakan untuk pembelian private jet yang saat ini keberadaannya di luar negeri," tutur Budi.
Budi pun meminta pihak-pihak terkait untuk kooperatif dalam proses penanganan perkara ini. Termasuk barang bukti yang dibutuhkan dalam proses penyidikan ini.
"Sehingga, tidak hanya untuk pembuktian, tapi sekaligus sebagai langkah awal optimalisasi asset recovery nantinya. Terlebih nilai kerugian negaranya mencapai Rp 1 triliun," imbuh dia.
Adapun Gibrael Isaak tercatat merupakan bos RDG Airlines. Dalam situs perusahaan penyewaan jet pribadi maupun kargo itu, ia tercatat sebagai Presiden Direktur.
Jet pribadi perusahaan tersebut diduga pernah disewa oleh eks Gubernur Papua Lukas Enembe ke luar negeri.
Dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi Lukas Enembe, Gibrael juga sempat dicegah ke luar negeri. Ia juga pernah dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Lukas Enembe tersebut.
Adapun dalam kasus ini, KPK mengungkapkan bahwa perbuatan rasuah tersebut mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 1,2 triliun.
KPK juga telah menjerat seorang tersangka yakni Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua, Dius Enumbi (DE). Budi menyebut, perbuatan DE diduga dilakukan bersama dengan eks Gubernur Papua, Lukas Enembe.
Lukas Enembe meninggal dunia pada Desember 2024 lalu. Sementara Dius Enumbi belum berkomentar mengenai kasus yang menjeratnya itu.
"Dilakukan oleh tersangka DE selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua bersama-sama dengan LE selaku Gubernur Papua," ucap Budi kepada wartawan, Rabu (11/6) kemarin.
Dalam kesempatan itu, Budi pun menyayangkan tindakan rasuah yang dinilai sangat merugikan masyarakat Papua. Pasalnya, kata dia, jumlah kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi tersebut mestinya bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
"Nilai Rp 1,2 triliun bisa untuk membangun berbagai fasilitas kesehatan ataupun fasilitas pendidikan, baik sekolah-sekolah dasar, menengah, atas, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas," kata dia.
"Di mana dua sektor itu menjadi salah satu yang tentu harus kita tingkatkan dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat di Papua," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam penyidikan kasus itu, KPK juga sempat menggeledah Kantor Sekretariat Daerah Provinsi Papua, Senin (4/11/2024) lalu. Dalam penggeledahan itu, penyidik lembaga antirasuah menyita dokumen dan barang bukti elektronik (BBE).
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Gubernur Papua Lukas Enembe. KPK mengungkapkan bahwa dana operasional Lukas Enembe semasa jadi Gubernur Papua per tahun mencapai Rp 1 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari nilai yang telah ditetapkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dana ini disinyalir sebagai salah satu sumber pencucian uang Lukas Enembe. Karena belakangan, ditemukan penggunaan dana itu banyak yang fiktif.
Wakil Ketua KPK 2019–2024, Alexander Marwata, menyebut bahwa dana triliun setiap tahun tersebut salah satu peruntukannya ialah biaya makan dan minum. Angkanya mencapai Rp 1 miliar per hari untuk makan dan minum.