
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menargetkan mencetak 600 ribu talenta digital setiap tahun untuk menjawab kebutuhan industri yang kian meningkat.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Komdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, menyampaikan hal itu dalam paparannya di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Jumat (20/6).
“Salah satu area yang sangat strategis dan memberi dampak kepada ekonomi adalah talenta digital,” ujar Bonifasius.
Ia mengungkapkan bahwa kebutuhan talenta digital di Indonesia mencapai sekitar 12 juta orang hingga 2030. Dengan demikian, rata-rata kebutuhan per tahun berada di angka 600 ribu.
Saat ini, kata dia, masih terdapat gap besar antara kebutuhan industri dengan lulusan perguruan tinggi atau lembaga pelatihan yang ada.

“Yang sangat dibutuhkan oleh industri, khususnya yang terkait digital, adalah talenta digital. Nah, ini tidak hanya soal gelar, tapi kompetensi. Dan sertifikasi menjadi sangat penting,” tambahnya.
Menurut Bonifasius, Komdigi fokus mengembangkan tiga area pelatihan, yaitu digital, komunikasi, dan telekomunikasi.
Pelatihan itu disediakan secara gratis, termasuk proses sertifikasinya, berkat dukungan donasi dari berbagai perusahaan teknologi global seperti Microsoft.
“Kami tidak hanya menghandle kompetensi di bidang digital saja. Kita ada 3 area: digital, komunikasi, dan telekomunikasi,” ujarnya.
Komdigi juga menyediakan beragam platform pelatihan seperti Digital Talent Academy, Digital Leadership Academy untuk ASN dan pimpinan daerah, serta Digital Training Center (DTC) yang tersebar di sejumlah kota seperti Medan, Makassar, Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Yogyakarta.

“Literasi digital itu ibarat imunisasi. Kita targetkan 50 juta masyarakat Indonesia bisa terliterasi, tapi baru mencapai sekitar 30 juta saat ini,” jelas Bonifasius.
Ia menambahkan bahwa literasi digital menjadi fondasi untuk mencegah penyebaran misinformasi dan mempersiapkan masyarakat menghadapi disrupsi teknologi seperti AI.
Selain literasi, Komdigi juga mendorong masyarakat untuk masuk ke jenjang pelatihan lanjutan dan sertifikasi.
“Tujuannya bukan sekadar punya sertifikat, tapi punya kompetensi nyata agar siap masuk ke pasar kerja atau bahkan membangun usaha sendiri,” tegasnya.
Bonifasius menyebut transformasi digital harus menjangkau semua lini, termasuk ASN. Oleh karena itu, Komdigi menggandeng sejumlah perguruan tinggi internasional dan mitra global untuk memperkuat kapasitas pimpinan birokrasi melalui program Digital Leadership Academy.
“Transformasi digital itu keniscayaan, birokrasi pun harus berubah,” kata dia.
Dalam ekosistem pelatihan Komdigi, masyarakat yang telah menyelesaikan pelatihan dan sertifikasi akan dimasukkan ke dalam talent pool.
Di sana, mereka bisa terhubung langsung dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja atau bahkan mendapatkan akses untuk magang virtual dan mentoring.
“Kalau kita ingin menciptakan pertumbuhan ekonomi digital, ya output-nya harus jelas. Setelah upskilling dan reskilling, seberapa banyak yang akhirnya diterima industri atau menciptakan lapangan kerja sendiri,” pungkas Bonifasius.
Program pelatihan ini terbuka untuk semua kalangan, termasuk perempuan, penyandang disabilitas, dan pelaku UMKM. Seluruh pelatihan dan sertifikasi disediakan secara gratis, termasuk materi AI, machine learning, komunikasi, animasi, dan lainnya.