Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menilai fenomena 'frontloading' atau percepatan pengiriman barang sebelum berlakunya tarif impor Amerika Serikat adalah hal yang wajar dilakukan eksportir di berbagai negara termasuk Indonesia.
"Jadi pasti ya, kalau kamu nanti dikasih tahu 6 bulan ke depan tarif mu akan tinggi ya. Sebisa mungkin kan ekspornya sekarang. Itu saya kira fenomena wajar dan itu perilaku ekspor tidak semua negara. Bukan hanya Indonesia," ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, kepada wartawan Jumat (8/8/2025).
Susi menjelaskan meski tarif akhir yang dikenakan pada produk Indonesia masih tergolong rendah, selisih tarif dengan negara pesaing semakin menipis. Hal ini membuat pemerintah harus menjaga daya saing ekspor secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi tarif.
"Justru kita harus menjaga betul competitiveness daya saing kita. Itu harus kita jaga. Ekspor itu daya saingnya tidak hanya urusan tarif. Urusan logistik cost-nya. Urusan industri-nya kira-kira efisien atau tidak. Urusan iklim investasinya. Nah itu yang kita jaga," ujarnya.
Selain negosiasi tarif impor,pemerintah juga melakukan deregulasi. Salah satunya dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 28 untuk penyederhanaan proses perizinan berusaha di Indonesia.
Terkait dengan syarat produk-produk AS yang akan terbebas dari Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Susi menekankan kebijakan tersebut hanya berlaku sejumlah produk tertentu.
"Misalkan barang yang heavy-nya ke teknologi tinggi, itu kan memang komponennya juga ada yang belum bisa sepenuhnya dibikin di dalam negeri. Itu sudah dihitung gitu dan nggak akan terpengaruh," ujarnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Airlangga Targetkan Biaya Logistik Nasional Turun Jadi 8% di 2030