
Malam masih gelap, tapi jalan menuju Gua Hira sudah padat. Gua tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama kali itu memang menjadi salah satu tujuan saat berkunjung ke Tanah Suci.
Ramainya Gua Hira tidak terlepas dari masih banyaknya jemaah yang belum balik ke negaranya masing-masing setelah puncak haji.
Untuk mencapai Gua Hira, mereka harus mendaki Jabal Nur, kurang lebih sekitar 624 meter. Tidak terlalu tinggi, tetapi tetap membutuhkan tenaga yang kuat untuk melewati medan menanjak dan berkelok. Belum lagi, debu yang juga menemani sepanjang perjalanan.
kumparan yang menjadi bagian dari Media Center Haji 2025 dapat kesempatan menelusuri Gua Hira. Perjalanan dari kaki Gunung Jabal Nur dimulai pukul 02.30 Waktu Arab Saudi (WAS), Sabtu (14/6).

Kota Makkah dengan lampu-lampu menyala menjadi pemandangan yang menemani di tengah perjalanan dini hari itu. Gunung-gunung di sekitar Jabal Nur juga tampak tenang, indah dipandang.
Lantunan selawat juga terdengar dari para jemaah yang mendaki Jabal Nur, membuat perjalanan ini semakin terasa sisi spiritualitasnya. Setelah melewati banyak anak tangga dan mayoritas tanah berpasir, kumparan tiba di puncak Jabal Nur sekitar pukul 03.40 WAS.
Tarikan dan hembusan napas panjang terdengar dari jemaah yang mencapai puncak. Mereka istirahat sejenak, sebelum turun sedikit lagi menuju Gua Hira.
Banyaknya orang yang datang membuat antrean masuk Gua Hira cukup panjang. Mereka berebutan untuk segera masuk. Jika tidak tertib dan saling dorong, tentu berisiko kepala terbentur batu atau kepleset. Untungnya, mereka tertib menunggu giliran masuk.

Lorong menuju Gua Hira sempit, hanya muat untuk satu orang. Untuk melewatinya, perlu hati-hati dan menunduk. Setelah melewati lorong itu, Gua Hira sudah di depan mata.
Ada perasaan haru terlihat dari semua orang yang saat masuk ke Gua Hira. Terdengar lantunan selawat semakin menggema, juga surat Al-Alaq yang dibaca para jemaah.
Gua Hira ukurannya tidak terlalu besar, hanya muat 2 sampai 3 orang saja. Ada batu panjang yang disebut digunakan Nabi Muhammad SAW beristirahat. Dari dalam gua juga terlihat arah Ka’bah yang menjadi kiblat umat Islam.

Dari Gua Hira, Cahaya Islam Memancar ke Seluruh Dunia
Perjalanan menuju Gua Hira membutuhkan perjuangan dengan melewati Jabal Nur. Ketua Mustasyar Diny PPIH Arab Saudi, Oman Fathurahman, mengatakan Jabal Nur adalah salah satu situs yang paling bersejarah dalam Islam.
Gunung ini memiliki tiga nama, yaitu Jabal Al-Quran, Jabal Islam, dan Jabal Nur. Disebut Jabal Al-Quran karena Nabi Muhammad SAW pertama kali menerima wahyu Al-Quran di gunung ini, yaitu QS Al-Alaq ayat 1-5 dan disampaikan oleh Malaikat Jibril.
Oman menceritakan saat itu Rasulullah gelisah karena budaya jahiliyah hingga banyak orang yang menyembah berhala. Nabi Muhammad SAW lalu berkhalwat di Gua Hira. Oman menjelaskan khalwat atau tahannus ini adalah tradisi dari bangsa Quraisy.
“Bangsa Quraisy ini dalam satu tahun suka bertahannus selama satu bulan. Tahannus ini maksudnya adalah mencari kebaikan. Ketika ada kegelisahan di dalam diri, maka ia berkhalwat untuk mencari inspirasi kebaikan," jelas Oman.

Pada usia 40 tahun, tepatnya pada bulan Ramadan, Nabi berkhalwat dan pertama kali didatangi oleh Malaikat Jibril.
“Nabi dijumpai Malaikat pertama kali lewat mimpi. Setelah itu, Nabi bangun, dan memang benar, Jibril meminta Muhammad untuk membaca 'iqra',” ujar Oman.
“Tapi Nabi menjawab ‘Maa aqra’a’ apa yang harus saya baca?' Sampai Malaikat Jibril membimbingnya tiga kali. ‘Baca, tapi jangan baca dengan diri kamu sebagai manusia’,” tambahnya.
Kemudian turun QS Al-Alaq 1-5 yang bermakna bahwa bacalah dengan atas nama TuhanMu. Tuhan itu yang menguasai dan menciptakan kamu manusia.
Kedua, disebut Jabal Islam karena dari Gua Hira ini, awal mula agama Islam lahir dan merahmati semua dunia. Agama Islam menjadi agama peradaban, khususnya peradaban bangsa Quraisy yang dalam kondisi jahiliyah waktu itu.
Ketiga, disebut Jabal Nur yang artinya Gunung Cahaya. Cahaya Islam yang tersebar ke seluruh penjuru dunia. "Dari tempat ini lah, tersebar cahaya ke seluruh dunia," ungkap Oman yang juga menjadi pakar sejarah Islam.

Oman mengatakan kebesaran Islam sampai hari ini bermula dari gua yang sempit. Dan untuk mencapai ruang sempit itu, tetap dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah.
“Kita tahu, betapa susah payahnya Rasulullah SAW dulu. Kita saja yang berangkat tengah malam, di mana cuaca sedang tidak panas, masih merasa kelelahan. Apalagi zaman Rasulullah dulu belum ada fasilitas tangga dan titik-titik penyedia logistik seperti sekarang ini," ujar Oman.
"Segala sesuatu itu tidak diperoleh dengan instan. Itu yang dilakukan Rasulullah. Bayangkan saja, Rasulullah mendaki ke Gua Hira setiap hari selama 1 bulan," tambahnya.

Meski ukuran Gua Hira kecil, sirkulasi udara cukup baik. Sehingga Nabi Muhammad saat itu tetap bisa tenang saat berada di dalam gua tersebut. Apabila hujan tidak kehujanan, apabila panas tidak kepanasan. Istimewanya lagi, kata Oman, Gua Hira ini langsung menghadap Ka’bah.
“Ini bisa menjadi pelajaran dan hikmah bagi kita. Bahkan kiblat itu sangat penting. Ajaran Islam menjadi penting untuk melakukan segala sesuatu," tutur Oman.