Alih-alih ekspor, Misbakhun menyarankan agar ada sistem kustodian penyimpanan emas yang kuat. Sistem ini Ia contohkan bisa seperti beberapa sistem yang sudah ada di seluruh dunia yakni London Bullion Market Association (LBMA) di Inggris atau Chicago Mercantile Exchange (CME) di Amerika Serikat.
“Di LBMA itu semuanya ada di sana. Bahkan mereka memperdagangkan emas dari seluruh dunia, fisiknya dikuasai masing-masing teritorial, tapi kertasnya yang diperdagangkan, produk derivatifnya mereka dan itu lebih berharga nilainya, menghindari dari spekulasi karena basisnya emas,” kata Misbakhun dalam seminar nasional di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan pada Selasa (5/8).
Misbakhun juga bercerita bahwa Ia mendapat informasi bahwa smelter PT Freeport di Gresik, Jawa Timur bisa menghasilkan produksi emas sebesar 64 ton per tahun. Hal ini juga menjadi potensi besar untuk cadangan emas Indonesia.
“Kalau itu dibeli, enggak boleh keluar, selesai itu Indonesia. Itu baru dari satu smelter Kita punya Amman dan banyak tambang-tambang yang seharusnya diwajibkan melakukan. Kalau setiap tahun Indonesia memproduksi sekitar 100, hampir 200 ton targetnya Pak Bahlil sebagai Menteri ESDM, betapa produktifnya Indonesia dan betapa kuatnya cadangan kita,” ujarnya.
Jika sistem kustodiannya sudah disiapkan, Misbakhun juga yakin bahwa Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral mampu untuk menyerap emas tersebut sebagai cadangan emas Indonesia. Meski begitu, untuk saat ini Misbakhun justru melihat BI semakin lama semakin meninggalkan sistem emas.
“Saya sampaikan ke BI, kenapa BI dalam setiap operasi moneter lebih sering memainkan SRBI daripada memperkuat sistem cadangan emasnya,” kata Misbakhun.
Menurutnya, seharusnya dalam memperkuat sistem cadangan emas, BI dapat lebih aktif. Karena menurutnya, kekuatan bank sentral dapat lebih kuat jika berbasis emas.
Terkait cadangan emas Indonesia, Misbakhun mengungkap saat ini cadangan emas Indonesia lebih sedikit yakni sekitar 220 ton ketimbang Singapura. Hal ini menurut Misbakhun cukup unik karena Singapura bisa memiliki cadangan emas yang lebih tinggi padahal negara itu tak punya tambang emas.
“Singapura itu sekitar 240-an (ton). Bank Indonesia, bank sentral kita masih punya cuma 80 ton, Pegadaian punya 100 ton, BSI mungkin baru punya 40 ton. Saya dengar dan emas kita itu yang ada di masyarakat dalam bentuk perhiasan melebihi 1.000 (ton),” ujarnya.
Maka dari itu, salah satu hal yang dipikirkan dan menjadi gagasan Misbakhun adalah pentingnya ada sistem cadangan ekonomi nasional yang sifatnya tetap meski menghadapi situasi krisis. Sistem cadangan yang dimaksud harus diperkuat itu adalah emas.
“Dan itu tidak menjadi bagian dari sistem cadangan devisa, di luar sistem cadangan devisa. Maka pikiran kita yang paling utama pada saat itu Itu adalah emas Indonesia. Ini kalau kita hitung semua itu berapa puluh ribu ton di dalam bumi Indonesia,” ujarnya.