
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah memeriksa 13 orang saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit pada PT Sritex oleh sejumlah bank pelat merah. Pemeriksaan saksi itu dilakukan pada Selasa (10/6) kemarin.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengungkapkan bahwa salah satu dari 13 saksi yang diperiksa itu yakni eks Direktur Utama Bank Jabar Banten (BJB), Yuddy Renaldi.
"YR [Yuddy Renaldi] selaku Direktur Utama Bank BJB," kata Harli kepada wartawan, Rabu (11/6).
Yuddy saat ini juga berstatus sebagai tersangka di KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB.
Selain Yuddy, sejumlah pejabat lainnya di BJB juga turut diperiksa oleh penyidik. Mereka adalah:
RL selaku Direktur IT dan Treasury PT Bank BJB;
NK selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Bank BJB;
SRT selaku Direktur Keuangan dan Retail PT Bank BJB; dan
TS selaku Direktur Operasi PT Bank BJB.
Kemudian, penyidik juga memeriksa sejumlah pihak di bank daerah lainnya, yakni:
PD selaku Asisten Departemen Pencairan Pinjaman PT Bank DKI tahun 2020;
HH selaku Officer Departemen Pencairan Pinjaman PT Bank DKI tahun 2020;
FSP selaku Pemimpin Group Administrasi Kredit dan Pembiayaan PT Bank DKI tahun 2020; dan
NLH selaku Karyawan Bank BPD Jawa Tengah.
Lalu, juga ada sejumlah saksi dari pihak swasta yakni:
LW selaku Direktur PT Adi Kencana Mahkota Buana; dan
Dua orang pengacara dari CV Prima Karya selaku Penggugat PKPU PT Sritex yakni SMT dan ER.
Dalam kasus ini, penyidik Jampidsus Kejagung juga turut memeriksa Dirut Sritex Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) sebagai saksi. Iwan mengaku pemeriksaan dijalaninya selama sekitar 10 jam dan dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik.

Ia enggan mendetailkan apa saja pertanyaan yang diajukan penyidik. Ia hanya menjelaskan dokumen-dokumen yang diminta penyidik terkait perkara ini sudah semuanya diserahkan.
Adapun terkait pemeriksaan itu, Harli tak membeberkan lebih lanjut materi yang digali penyidik dari para saksi tersebut. Ia hanya menyebut bahwa para saksi diperiksa untuk tersangka Iwan Setiawan Lukminto dkk.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," ungkap Harli.
Korupsi Kredit Sritex
Dalam kasus ini, Sritex mendapatkan dana kredit dari Bank DKI dan juga Bank BJB senilai ratusan miliar rupiah. Namun, pemberian kredit tersebut diduga tidak sesuai dengan ketentuan.
Bank DKI dan Bank BJB diduga tidak melakukan analisis yang memadai terhadap Sritex sebelum pemberian kredit. Kedua bank juga diduga tidak mentaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.
"Karena hasil penilaian dari lembaga peringkat Pitch dan Moody's disampaikan disampaikan bahwa PT Sri Rejeki Isman Tbk hanya memperoleh predikat BB-atau memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi," tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di Kejagung RI, Rabu (21/5) lalu.
"Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A," tambahnya.
Kredit yang diberikan Bank DKI dan BJB diduga digunakan tak sesuai peruntukannya oleh Sritex, yakni modal kerja. Kredit tersebut diduga digunakan untuk membayar utang hingga membeli aset non-produktif.
Di sisi lain, nilai total outstanding kredit (tagihan yang belum dilunasi) oleh Sritex hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp 3.588.650.808.028,57. Nilai tersebut termasuk kredit terhadap sejumlah bank lainnya yang saat ini masih didalami Kejagung.
Kejagung baru menemukan dugaan kerugian negara sementara dari kredit yang bersumber dari dua bank yakni BJB dan Bank DKI senilai Rp 692 miliar. Penyidikan masih dilakukan terhadap pemberian kredit lainnya.
Dalam kasus ini, Kejagung baru menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni:
Mantan Dirut Sritex, Iwan Setiawan Lukminto;
Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB tahun 2020, Dicky Syahbandinata;
Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa.
Adapun para tersangka itu dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.